Tuesday, December 06, 2011

Desember Biru



By : Ria Jumriati

Aku selalu suka aroma tanah selepas hujan dan badai pekat
Ada tersisa jejak Malaikat tengah berjingkat
Lalu terdengar desah bidadari dalam doa singkat
Tentang sebuah titian pelangi yang semakin dekat

Aku masih merajut titian pelangiku….
Dalam Desember berona biru…
Banyak tergores warna di hari lalu…
Tuhan, Anugerahi aku hidayah dan berkahMu


Ajari aku menari dalam badai pekatMu
Agar Desemberku tak berona kelabu
Hingga bisa ku raih rona pelangiku
Dalam jutaan warna yang tersemburat di SurgaMu.....


Friday, December 02, 2011

Cinta Tanpa Logika Ala Twilight Saga


Sejak awal terbitnya Novel "Twilight Saga" memang sudah mengundang rasa penasaran banyak orang. Apalagi kemudian di filmkan. Siapa yang tidak ingin tahu intrik yang terjadi pada percintaan antara Bella Swan (Kristen Stewart) anak manusia dan Edward Cullen (Robert Pattinson) si vampire ganteng ? apalagi kemudian di tambah dengan hadirnya Jacob Black (Taylor Lautner) yang keturunan srigala / werewolf,  sebagai orang ke-3 di kehidupan cinta Bella dan Edward. Karakter yang terbangun hampir sempurna dari setiap pemain di film sequel Twilight Saga. Pada akhirnya, memberikan kita pemikiran dan penilaian yang berbeda pada film ini. Bahwa cinta memang tak kenal logika. 


Cinta memang usaha menyatukan banyak perbedaan. Menuntut jutaan pengorbanan dan toleransi setingkat langit. Itulah yang dilakukan Bella. Mencintai Edward berarti masuk pada satu dunia horor yang memposisikan dirinya sebagai mangsa. "I'd never given much thought to how I would die, but dying in the place of someone I love seems like a good way to go" - Begitulah akhirnya, Bella memutuskan, bahwa kematian akan sangat indah jika berada di dekat orang yang di cintainya. Pelajaran dari sikap ini adalah keteguhan hati, bahwa mencintai seseorang yang memiliki perbedaan menjurang dengan latar belakang budaya bahkan dunia. Memang menuntut tak hanya keteguhan hati. Namun sangat perlu di pahami, apakah pengorbanan itu telah sepadan dengan apa yang kita dapatkan. 

Karakter Edward Cullen yang tampan, penyayang, pelindung dan rela berkorban apapun demi kebahagiaan Bella. Memang sudah sewajarnya untuk di berikan segenap jiwa. Ini lah yang disebut "True Soulmate" - Belahan Jiwa yang sesungguhnya, apa yang kita beri sepadan dengan apa  yang kita dapatkan. Tidak ada pengorbanan sepihak. Edward bahkan rela melepaskan Bella yang merupakan hidupnya, kepada Jacob - teman masa kecil Bella yang juga sangat mencintainya. Asalkan Jacob bisa memberikan kehidupan manusia yang normal. Bukan kehidupan vampire penghisap darah atau manusia srigala yang emosional dan siap menerkam. Edward hanya ingin melepaskan Bella dalam kebahagiaan dan kenyamanan dalam hidup.

Namun Bella terlanjur memilih. "Edward is my life". Pernikahan pun terjadi. Bulan madu tak biasa hingga kehamilan super cepat ala vampire dengan segala derita yang di tanggung Bella, karena tubuh manusianya tidak dirancang  untuk mengandung bayi vampire. Wajahnya menua, tulang tulangnya patah sampai akhirnya rela meminum galonan darah, karena bayinya menolak semua nutrisi yang di berikan kecuali darah manusia yang harus di minum langsung oleh Bella. Perjuangan mempertahan cinta yang luar biasa !. Hingga akhirnya, ia pun meregang nyawa saat melahirkan Renessme Carlie Cullen. Dan menerima racun vampire dari Edward, yang kemudian merubah speciesnya menjadi manusia pecandu darah. Dan semua itu, di putuskan dan dilakukan tanpa sepengetahuan kedua orang tuanya. 


Membaca Novel ini lalu mengikuti sequel film Twilight Saga, akan lebih nikmat jika kita tak memasukkan unsur agama dan budaya di dalamnya. Akan terlalu banyak pertentangan yang terjadi, apalagi untuk orang Indonesia dengan banyak perbedaan ras, agama dan budaya. Sebagai orang tua, relakah anak kita menikah dengan orang yang berbeda keyakinan ? Pasti akan ada penolakan dan pertentangan yang  luar biasa, apalagi dengan manusia berjenis vampire ? Apakah pernah terbayangkan, punya seorang cucu vampire, meskipun ia secantik bidadari ?. Tentunya, kita lebih memilih jalur yang normal - normal saja.

Tapi Novel dan Film Twilight Saga tak mungkin mengguncang dunia dan begitu fenomena, terutama di kalangan remaja, jika tidak ada hikmah yang terkandung begitu besar di dalamnya. Tentang keteguhan, kebesaran dan kekuatan cinta ! Namun, tetaplah  ajarkan putra  putri kita untuk  mengenal cinta yang berlogika  dan  selalu berpegang teguh pada agama. Bahwa,   ada  kehidupan  yang  lebih   indah dan abadi, dan itu bukan  di     dunia  vampire :-)


- Tulisan ini bukan resensi, sekedar suara hati seorang Ibu -

Salam
Ria Jumriati






Wednesday, November 09, 2011

YA Allah Sayangi Bundaku....



Ya Allah....
Sayangilah Bundaku....
Rengkuh sakit yang di deritanya dengan KasihMu
Hapus setiap helai dosanya, tanpa tersisa hingga menghadapMu
Beri Bundaku, kebahagiaan dunia dan kerajaan AkhiratMu

Ya Allah...
Sembuhkan Bundaku....
Izinkan aku menikmati senyum dan tawanya selama mungkin
Anugerahi aku ketulusan doanya bagi terciptanya mukjizatku
Kumohon hidayah dan berkah mu bagi Bundaku...



Ya Allah….
Kurangkai doa bagi kebahagiaan dunianya
Kurajut pinta bagi surga akhiratnya
Kusemai cinta dan kasih sayang untuk Bunda selamanya

Ya Allah...Sayangi Bundaku...
Amin....


- Ria Jumriati -



Friday, August 12, 2011

Cerpen : SPERMA BUAT RATRI


Sperma Buat Ratri
Oleh : Ria Jumriati



Dokter muda itu memandang wajah Ratri penuh tanya. Berkali-kali dibacanya medical record pasiennya itu. Terdengar desahan panjangnya.
            “Apa yang membuat Nona mengambil keputusan ini ?” selidiknya. Ratri mengangkat wajahnya tegang.
“Tidak ada. Saya cuma mau punya anak, dan itu bukan tindakan yang melanggar hukum kan Dok ? Ada kesan tersinggung di irama suara Ratri. Sejenak  Bimo pun tersenyum mencairkan suasana.
“Memang tidak melanggar hukum, tapi menjalani inseminasi buatan dengan cara injeksi sperma dari donor bank sperma adalah hal yang patut saya pertanyakan untuk orang seperti Nona. Berstatus single dengan usia yang masih terbilang muda“
“Sekali lagi saya tegaskan, Dok. Tidak ada alasan apapun kecuali kehadiran seorang anak di kehidupan saya. Dan saya merasa tak perlu memberikan alasan detail mengenai hal lainnya. Toh, saya membutuhkan dokter hanya sebagai orang yang tepat untuk prosedur dan tindakan medis yang diharuskan untuk hal ini” Jelasnya masih tegang. Sekali lagi dokter muda itu hanya tersenyum.

            “Ok, Nona Ratri. Saya hargai apapun keputusan anda. Selamat menjadi Ibu semoga usahamu ini tidak menemui halangan yang berarti” Ujar Bimo akhirnya, seraya memberikan surat referensi pada Ratri untuk menjalani serangkaian test.


Ratri tersenyum gembira membuka 1 set dokumen yang baru saja diterimanya dari New England Cryogenic Center, salah satu Bank Sperma terbesar di Inggris. Ratri memang sejak satu tahun lalu mengantri sebagai penerima donor dari jenis sperma yang di inginkannya. Serta merta ia tertegun melihat detail riwayat hidup ayah calon bayinya kelak. Ia bernama James Wilson. Dari fotonya cukup tampan dengan catatan kesehatan keluarga untuk 3 generasi, resume, nilai akademis dan tingkatan nilai rata-rata serta tiga lembar pertanyaan mengenai tujuan hidup, hobi, film dan T.V favorite, warna kesukaan bahkan rasa es krim yang disukai. Semua lengkap. Meski menurut salah satu staff di bank sperma tersebut bahwa kecerdasan dan figure kekuasaan adalah faktor terbanyak yang dicari oleh para pembeli, namun pada saat wawancara lalu Ratri tidak terlalu mengharuskan type sperma yang diinginkannya harus spesifik seperti itu, atau sejenis sperma Brad Pitt dan Matt Damon yang katanya sudah jaminan berkwalitas tinggi hingga tak perlu lagi kartu garansi. Saat itu Ratri malah terbahak spontan. Brad Pitt ? Matt Damon ? Toh mereka tetap saja manusia biasa yang memiliki banyak kekurangan. Lagi pula setiap manusia yang lahir tetap saja membawa masing-masing 23 kromosom sumbangan dari Ayah –Ibunya, jadi buat apa bersikukuh mendapatkan sperma dari  orang-orang jempolan itu. Kwalitas manusia pada akhirnya tak hanya bisa dipatok dari sperma yang di semayamkan pada sebuah indung telur, tetap saja peran pendidikan dan pola asuh menjadi sumbangan terbesar bagi terbentuknya manusia yang baik pada umumnya. Lagi pula buat apa berwajah Brad Pitt tapi bermoral sandal jepit.
            Ratri merebahkan tubuhnya di pembaringan. Di benaknya tiba-tiba berseliweran wajah orang-orang yang tak sepaham dengan keputusannya itu. Ada wajah Ibunya,  memang wajah perempuan itulah yang paling dominan mempengaruhi jiwa Ratri.
            “Mengapa kamu melakukan ini, Ratri ? Itu haram hukumnya, karena sperma itu bukan berasal dari suamimu, sama saja berzina!” Protes Ibunya keras, saat Ratri semakin terang-terangan menjalankan niat kontroversinya itu.
            “Tentu saja beda dengan berzina, Bu. Toh aku tidak melakukan hubungan biologis dengan laki-laki pendonor itu. Dosa itu adalah kenikmatan yang tidak direstui Tuhan kan ? Sedangkan aku  tidak merasakan kenikmatan apa-apa dari kehadiran anak ini kelak, malah rasa sakit yang akan aku derita saat melahirkan nanti” Jelasnya tak mau kalah.
            “Eling Nak..Eling, kamu itu masih muda. Berlaku lah normal seperti layaknya gadis seusiamu. Banyak laki-laki baik yang bersedia menjadi suamimu. Kenapa kamu harus memilih jalan ini ?”
            “Laki-laki baik yang mana, Bu ? Tiga laki-laki yang pernah hadir di kehidupanku cuma menebar luka. Hanya meninggalkan derita dan trauma yang menyakitkan. Aku yakin Tuhan memang sengaja memberi jalan ini untukku. Lagipula, seumur hidupku  laki-laki yang baik hanyalah almarhum Bapak, tak ada yang lain!” Sahutnya dengan derai air mata seperti biasanya.
Wanita tua itu pun tak kalah pedihnya. Sejak Ratri beranjak dewasa, bungsu itu selalu membuatnya tertekan. Bahkan dengan jengkel – Riana kakak sulungnya sering mencemooh Ratri menderita phobia “Complex Electra” karena terlalu memuja dan mencintai Bapak namun begitu  membenci Ibu. Seumur hidup Ratri, dukungan penuh memang selalu ia dapatkan dari Bapak. Dan ketika ia harus kehilangan sosok itu untuk selamanya. Lalu berkali-kali mengalami patah hati, Ratri menjadi semakin menjauhi lawan jenisnya.
            “Masih bagus cuma Complex Electra dan bukan lesbian !” Tantang Ratri saat Riana terus mengecam tabiatnya terhadap Ibu.
            “Apapun alasanmu, keduanya tetap tidak normal!”
            “ Itu kan menurutmu. Lagi pula aku punya hak untuk mengatur masa depanku sendiri” Bantahnya keras.
            “Aku kakakmu Rat, wajar khan kalau aku menasehatimu”
            “Terima kasih, Kak. Tapi aku merasa sudah cukup dewasa untuk menentukan mana yang terbaik untuk diriku sendiri”
Lagi-lagi hanya helaan nafas panjang. Begitulah Ratri. Meski ia tumbuh menjadi gadis cantik, mandiri dan penuh percaya diri. Namun sifat kerasnya kadang membuat         orang-orang terdekatnya kerap merasa tak nyaman.
Diantara semua yang mencemooh keputusannya itu. Hanya Mr. Murry Thomson yang mendukung. Bos Ratri dimana ia bekerja sebagai Assistant Purchasing Manager di sebuah perusahaan farmasi milik asing. Bahkan Ia mengacungkan dua Ibu jarinya atas tindakan Ratri. Ia sama sekali tak mempermasalahkan status Ratri yang belum menikah namun kelak akan mengandung anak hasil Inseminasi buatan. Dan Ratri memang telah mempersiapkan batinnya untuk memasang wajah setebal mungkin, menulikan telinga serta berjalan setegar yang ia mampu seandainya kenyataan itu harus terjadi.
            Mendadak jantung  Bimo berdetak tak normal, saat kiriman sperma untuk Ratri telah tiba dan tersimpan aman di ruang penyimpanan khusus. Hari Minggu, tanggal 29 bulan ini tepat pukul 7 pagi,  adalah hari yang dipilih Ratri untuk melakukan Inseminasi intrauterin dengan cara penaburan spermatozoa pendonornya yang telah terpilih dan tersaring melalui proses di laboratorium untuk di suntikan  ke dalam rongga rahim Ratri..  Ada kegalauan yang mengganggu batinnya. Selama sebulan  ia menangani Ratri. Sesuatu rasa yang lain kerap menyelinapi benaknya. Ia jadi sering melamun dan isinya adalah Ratri. Namun sumpahnya sebagai Dokter selalu mengembalikannya pada pijakan semula. Ratri tetaplah pasien seperti yang lain. Namun tidak dengan Dr. Farhan, ia kerap memeregoki rekan sejawatnya yang masih lajang itu tengah memperhatikan foto Ratri yang tertempel pada medical recordnya.
            Akhirnya hari besar Ratri pun tiba. Injeksi sperma itu pun dilakukan. Untuk usia Ratri yang terbilang muda dan masih sangat productive, Ratri hanya membutuhkan 2 botol sperma ukuran kecil yang masing-masing berharga US$ 200 atau kurang lebih Dua Juta Rupiah. Dan Ratri menikmatinya. Ia terlihat begitu santai dan tersenyum lega setelah proses bersejarah dihidupnya itu selesai dilakukan. Tapi tidak dengan Bimo. Meski diruang ber AC, keringat deras mengucuri segenap tubuhnya. Wajahnya mendadak pucat. Tak ada satu kalimat pun yang meluncur dari bibirnya. Dokter Farhan yang juga terlibat secara medis dan  tentunya menjadi saksi hidup peristiwa tersebut hanya menghela nafas berkali-kali dengan sorot mata yang sulit diartikan.  
            Hari dan bulan pun berlalu. Ratri begitu menikmati peran barunya sebagai Ibu hamil. Perubahan drastis segera saja terlihat di tubuh mungilnya. Meski banyak yang mencemooh tapi tak sedikit pula yang berdecak kagum atas kenekatannya itu. Namun bagi Ratri semua menjadi begitu mudah saat ia terus membayangkan wajah anaknya yang kelak akan berwajah bule dan bermata biru seperti pendonornya. Apalagi dengan  penanganan yang luar biasa khusus dari Bimo. Entah karena hatinya yang telah begitu tertutup pada laki-laki atau karena keluguannya. Ratri sama sekali tak menangkap maksud lain dari perhatian-perhatian yang diberikan Bimo. Bahkan ketika dua kali berturut-turut ia mengidamkan makanan tertentu dan selalu Bimo yang mengantarkan makanan itu untuknya meski tak pernah ia ceritakan sebelumnya. Dokter itu seolah selalu tahu apa yang diinginkan janinnya. Tak hanya itu, Bimo bahkan dengan setia selalu membelikan Ratri buku-buku mengenai kehamilan, makanan sampai baju-baju hamil namun hampir semuanya ditolak Ratri. Ratri  juga  kerap merasakan sentuhan kasih sayang dari jari jemari Bimo saat tengah memeriksa kandungannya. Ada “detakan” lain yang jujur dirasakan Ratri saat sorot mata Bimo kerap menatapnya dalam. Tapi bukan Ratri namanya, bila semudah itu bisa ditaklukan “Untuk apa aku susah payah membeli sperma ini, kalau kenyataannya harus jatuh cinta lagi” Pikirnya  menepis. Seperti malam ini, saat Ratri tengah merajut sendiri kaos kaki kecil untuk buah hatinya. Tiba-tiba sosok Bimo telah berdiri didepan pagar rumahnya.
            “Malam Ratri “  Ratri tertegun mendengar sapa itu. Tiba-tiba ada aliran aneh yang serta merta mencairkan kebekuan hatinya. Janin dirahimnya bergerak seolah menari. Ratri memang kerap merindukan suara itu. Spontan ia tersenyum riang namun tak lama ia pun kembali cemberut.
            “Mau apa kemari ?” Tanyanya judes seperti biasa. Bimo tertawa kecil menanggapi.
            “Cuma mau melihat kondisimu, kalau tidak ada halangan seminggu lagi kamu akan menjadi Ibu” Sahutnya santai seraya mengambil tempat di sisi Ratri.
            “Besok juga aku control, ngapain repot-repot kemari,  Dok”
            “Panggil aku Bimo, aku lebih suka itu”  Mendadak Ratri tergelak panjang.
            “Kamu kan dokter kandunganku, apa pantes aku panggil nama saja”
            “Kenapa tidak, kalau aku suka ?
            “Ok deh, hm…Bimo” Sahutnya dengan gelak. Bimo pun menyambutnya dengan senyum. Serta merta ia langsung menggeser posisi duduknya hampir tak berjarak dengan Ratri. Mengelus kandungannya bahkan menciumnya dengan lembut. Ratri seolah terhipnotis, ia hanya tertegun tanpa reaksi. Sifat judesnya spontan terkunci. Namun detak dijantung dan gerakan janinnya tiba-tiba menyulut emosinya dan ia pun menangis. Entahlah, mungkin hormon yang tak stabil karena kehamilannya atau kerinduan tersembunyi yang selalu diharapkan Ratri dari seorang laki-laki. Semua membaur dalam isaknya. Bimo tak mau membuang kesempatan ini. Ia memeluk erat tubuh Ratri. Mencium keningnya dengan kasih.
            “Menikahlah denganku, Ratri” Kalimat itu terluncur begitu mulus dan tulus dari bibir Bimo. Ratri masih terisak.
            “Biarkan aku menjadi ayah anakmu, percayalah Ratri” Pinta Bimo seraya berlutut dihadapan Ratri. Dan Ratri tetap tak memberikan jawabannya. Sambil terus terisak, ia pun berlari meninggalkan Bimo bersama sejuta harap cemasnya.
            Menjelang waktu subuh. Bimo dikagetkan oleh suara dering ponselnya. Tertera nama Dokter Farhan.
            “Ratri sudah pembukaan lima, cepat kemari ya “
            “Hah ?! oh iya..iya”
Tanpa berkemas sedikitpun, dokter muda itu segera meluncur ke rumah sakit. Beribu perasaan bercampur dibenaknya. “Kenapa ia tak menelponku ? Marahkah ?. Sesampai di rumah sakit wajah tegangnya segera disambut oleh Dr. Farhan.
            “Ratri tak mau ditemui olehmu, dan ia minta akulah yang membantu proses persalinannya. Tenang saja, mudah-mudahan semua berjalan lancar” Ujar Dr Farhan seraya mengedipkan sebelah matanya. Bimo hanya mengangguk lemas. Ia terduduk pasrah di depan ruang bersalin. Keringat dingin dan berbagai rasa bercampur aduk tak karuan. Kegelisahannya tak beda dengan seorang Ayah yang menanti kelahiran anaknya.     
            Tepat pukul delapan pagi, bayi laki laki mungil berbobot 3.3 kg terlahir normal dari rahim Ratri. Keduanya sehat. Tapi Ratri masih terlalu lemah untuk melihat ketampanan bayinya. Hingga baru siang harinya bayi itu diantar ke kamarnya.
            “Ini bayinya, Bu. Silahkan diberi ASI pertama Ibu ya” Ujar seorang suster sambil menyerahkan tubuh mungil itu kedalam pelukannya. Ratri menerimanya dengan senyum bahagia namun hanya sesaat. Mendadak wajahnya menegang.
            “Suster ! yakin ini anak saya ? Ujarnya panik dan tak percaya.
            “Tentu saja, Bu.Gelang biru yang digunakan Ibu dan bayi ini bernama sama kan ?
Ratri membaca nama di pergelangan tangan kecil itu “Bayi Ny Ratri”.
            “Tapi..tidak mungkin anak saya seperti ini !”
            “Maksud Ibu ?”
            “Anak saya…Ayah anak saya….Hhhhh! Dokter, tolong…tolong panggil Dokter Farhan !  Teriak Ratri semakin panik. Suster segera berlari keluar, namun beberapa detik kemudian Bimo telah tampak dihadapannya.
            “Kamu! kenapa anakku berwajah melayu seperti ini ? Tidak mungkin! dan golongan darahnya seharusnya AB atau A dan bukan O, Ini pasti bukan anakku”! Ujar Ratri semakin histeris. Bimo menghela nafas dalam seraya menghampiri Ratri dan mengambil bayi itu dari gendongannya.
            “Ini anakmu Ratri…….anak kita “
            “Anak kita ?!! Apa maksudmu ?!!  
            “Akulah ayah bayi ini, aku telah mengganti sperma donormu itu dengan spermaku”
            “Apa?!! Ratri terkejut bukan kepalang. Saking kagetnya, ia seolah merasakan bekas jahitan bersalinnya terbongkar satu persatu.
            “Ratri, Aku melakukan itu karena aku mencintaimu. Mengganti sperma itu adalah tindakan gila dan keputusan terberat yang pernah aku lakukan seumur hidupku. Tapi aku mau ! Aku mau hidup denganmu Ratri !” Ujar Bimo dengan nafas memburu.

Mendengar itu, mendadak Ratri kehilangan sepatah kata pun. Pandangannya langsung berputar-putar sampai akhirnya ia pun terkulai pingsan. Bimo berusaha tenang, di serahkannya bayi mungil itu kepada seorang suster. Lalu kembali ke kamar Ratri. Berjuta perasaan berkecamuk di benaknya. Jauh di lubuk hatinya, ia yakin Ratri pun memiliki rasa yang sama dengannya. Tapi kejudesan Ratri kerap membuatnya tak percaya diri. Namun semua telah terjadi. Ratri adalah Ibu dari benih yang dimilikinya. Meski Bimo telah mempersiapkan diri untuk hal-hal yang paling buruk sekalipun, tak urung kecemasan masih begitu membelenggunya. Dipandanginya wajah gadis itu penuh kasih sampai beberapa menit lamanya. Dan terkejut saat Ratri membuka matanya pelan, pandangannya masih kabur. Namun samar-samar ia langsung mengenali wajah cemas Bimo. Ratri hanya terdiam dengan mata berkaca-kaca, sementara Bimo terus menggenggam   jari – jemarinya. Juga tak ada kata-kata.

            Meski Bimo tak pernah mampu menebak apa yang tersirat dibenak Ratri. Namun  jauh dilubuk hatinya, akhirnya Ratri harus mengakui bahwa laki-laki dihadapannya ini lah yang perlahan menghapus trauma dan ketakutan masa lalunya. Laki-laki seperti ini lah yang selalu hadir di angan-angannya dan ia pun harus jujur mengakui, ia pernah memiliki do’a untuk bisa merajut hidup dengannya. Dan ketika Tuhan mentakdirkan ia untuk menjadi ayah anaknya, ia merasa Tuhan begitu menyayanginya. Dendam, benci dan ketakutan itu mendadak lebur entah kemana. Ratri pun hanya tersedu pelan, ketika Bimo meraih tubuhnya kedalam pelukannya. Tak ada kata, hanya isak, pelukan, kecupan dan rasa bahagia yang tak ada tandingannya.
TAMAT


* Dimuat di Majalah Goodhouse Keeping - Edisi Maret 2008 
* Dimuat di "Kumpulan Cerpen" SPERMA BUAT RATRI - Penerbit Citra Aditya Bakti - 2008

Friday, May 27, 2011

Penikmat Emansipasi

PENIKMAT EMANSIPASI
Oleh : Ria Jumriati
(Dimuat di Majalah D'sari Edisi April 2011) 





Renata tersenyum memandangi cincin yang melingkari jari manisnya. Masa 3 tahun berpacaran dengan Nugros, akan segera diakhiri dengan pesta pernikahan yang telah di rancang sesuai impiannya. Satu tahapan methamorphosis sebentar lagi akan dilaluinya. Status baru dan istimewa bagi perjalanan hidup setiap perempuan, akan segera disandangnya. Ny Nugros , Akh, elegan sekali nama itu! Hati Renata semakin berbunga setiap harinya. Hingga suara suara sumbang. tak mungkin mampu mengoyak keputusannya. Ia cinta mati dengan pria jangkung itu. Selalu ada segudang maaf untuk segala bukti kelakuan Nugros yang menurut beberapa sahabat dekatnya, tidak setulus cinta Renata. Tapi ia memiliki keyakinan setinggi puncak Himalaya, kelak Nugros pasti berubah.

            "Menikah itu, bukan urusan sebulan dua bulan loh, Ren” Ujar Bella sahabat karibnya disuatu kesempatan.

            “Pasti dong, Makanya aku hanya mau menikah sekali seumur hidupku dengan Nugros” Timpal mantap.

            “Bukan keyakinanmu yang aku takutkan, tapi ke naifan mu menilai Nugros. Ia tahu betul memanfaatkan kelemahanmu. Cinta memang buta Ren, tapi tolong, biarkan logikamu tetap terbuka dan melihat laki laki seperti apa Nugros itu"

            “Aku sudah hapal semua sifat baik dan buruknya. Tenanglah Bel, tidak akan terjadi hal buruk pada hubungan kami”

“Pikirkan sekali lagi Ren, Nugros itu telah memiliki semua kartu trufmu dan sangat menikmati kelemahanmu"

            "Aku sangat mengenalnya Bel, dia memang seperti memanfaatkanku. Tapi aku suka semua itu! Malah aku merasa terdidik lebih mandiri” Sanggahnya bersemangat “Justru laki laki seperti Nugros lah yang aku dambakan selama ini, demokratis dan anti cemburu. Nugros memang terlalu kekanak kanakan. Pasti kebersamaan kami sebagai suami istri nanti, akan membuatnya lebih dewasa”

            "Aku hanya ingin yang terbaik untukmu, Ren. Tak ada maksud apapun, kecuali kebahagiaan untukmu. Jika Nugros tidak bisa berubah selama ini, apa yang akan kau harapkan nanti? Mengharap laki laki berubah setelah menikah, rasanya terlalu mustahil. Kebanyakan, malah sifat aslinya keluar semua saat sudah berumah tangga"

            "Tenanglah Bel, aku yakin bisa merubahnya!"

            "Kenapa tidak kau lakukan sekarang, mumpung masih pacaran. Kalau tidak ada itikad baiknya untuk berubah. Tanya kan hati kecilmu Ren, cukup sanggupkah harga dirimu terus di permainkan dan dimanfaatkan olehnya?"

            "Tapi Nugros tidak pernah selingkuh Bel, dia bahkan terlalu setia. Kalau cuma masalah pantas atau tidak pantas aku melakukan semua hal yang di inginkan Nugros. Bukankah itu konsekwensi logis dari emansipasi yang kita tuntut?"

            "Ada batasan emansipasi Ren, yang terjadi di hubunganmu dengan Nugros bukan lagi emansipasi. Tapi perbudakan!" Seloroh Bella pedas setengah putus asa menyadarkan karib sekaligus saudara sepupunya.

Renata hanya terdiam. Itu pembicaraan satu bulan lalu saat ia mengabarkan berita pertunangannya pada Bella. Meski Nugros belum terlalu siap, tapi akhirnya lumer juga ketika Renata memaksa. Sejak awal, Renatalah yang paling agresif. Ia bahkan yang mulai menyatakan cintanya pada Nugros, memberi perhatian dan memburu Nugros bak Irfan Bachdim.  Renata begitu memuja Nugros yang sering memanfaatkan cinta mati Renata di luar batas, dan tak pernah di sadarinya. Emansipasi memang terimplementasi sempurna dihubungan mereka, namun selalu menempatkan Renata pada posisi yang tak seharusnya. Misalnya, Renata lah yang harus menjemput Nugros saat pulang kantor, setiap sore ia harus menyewa joki dan berjuang menerobos macet jalur 3 in 1. Konon, rumah yang mereka beli bersama, ternyata lebih banyak uang Renata yang keluar, sementara Nugros hanya mau merenovasi pagar rumah. Untuk urusan sepele pun, jika jam tangannya rusak atau handphone terblokir Renatalah yang diserahkan Nugros untuk mengurusnya. Bill di restaurant, bayar bensin bahkan parkir yang hanya lima ribu rupiah, semua terogoh dari kocek Renata!.  Dan gadis itu tetap bahagia melakukannya. Nugros terlanjur dipilih hatinya atau telah meracuni hatinya? Hanya Renata lah yang bisa merasakan perbedaan itu. Tapi satu kelebihan Nugros di mata Renata, yang luar biasa menurutnya. Laki laki itu setia, anti mendua dan memberinya kebebasan bergaul dan berkarir setinggi yang ia mampu.

            Dan pernikahan pun terjadi. Seperti biasa, desas desus masih terjadi. Biaya pernikahan model apapun tak ada yang murah di zaman ini, dan semua biaya ternyata 80% nya terogoh dari tabungan Renata dan keluarganya, termasuk sumbangan dari keluarga Bella. Bahkan demi meredam gunjingan keluarga. Renata rela berbohong kalau uang tabungannya adalah pemberian Nugros. Tapi Renata terlihat sangat berbahagia di pesta pernikahannya. Ia sangat yakin dengan keputusannya dan berangkat atas nama cinta yang tulus. Namun, pernikahan adalah penyatuan dua ketulusan cinta dari dua prinsip anak manusia yang telah terbentuk begitu sempurna. Akan begitu banyak pertentangan dan pengorbanan jika satu pihak tak ingin prinsipnya yang telah begitu sempurna digoyah oleh pasangannya. Meski keyakinan sering berpihak pada kebaikan. Sangat perlu membuat analisa batin, bagi prilaku mendalam tentang siapa dan akan seperti apa pendamping kita kini dan nanti. Untuk itu, sangat perlu menempatkan logika yang selalu bekerja sesuai realita.

            Hampir satu tahun Renata menyandang statusnya sebagai Nyonya Nugros.  Ia masih bekerja dan bebas bergaul dengan sahabatnya dari kalangan manapun. Nugros pun tetap menjalani perannya sebagai suami yang baik, dan sejauh ini telah memenuhi harapan Renata.  Tak ada satu pun kegiatan Renata yang di larangnya. Bahkan Nyonya Nugros itu, terlihat lebih bebas setelah menikah. Konsekwensi logis pun terjadi, karir Renata mengalami lompatan drastis. Tahun ini, ia mendapat promosi sebagai Marketing Manager di perusahaannya bekerja.

            "Selamat Ren, aku bangga sekali dengan pencapaianmu " Ucap Saskia sambil memeluknya. Disusul Bella yang memberi ucapan serupa.

            "Pasti Nugros bangga sekali punya istri dengan karir cemerlang" Tambah Bella. Renata hanya tersenyum simpul.

            "Oya, katamu Nugros juga mau ambil S2? Jadi?" Tanya Saskia kemudian. Renata hanya menggeleng pelan sambil meneguk cappucinonya.

            "Ow, kenapa?" Tanya Bella penasaran. Ia yang sedari kecil akrab dengan Renata, langsung mencium gelagat kurang baik.

            "Menurutnya tidak lagi terlalu penting, toh penghasilanku dengan jabatan baru ini sudah sangat lumayan untuk menopang hidup keluarga kami"

            "Hah? tidak penting? Dia bilang begitu?" Bellah hanya menggeleng dengan senyum, sementara Saskia hanya menatap wajah Renata dengan kernyitan bingung.

            "Biarlah, yang penting dia setia dan tidak pecemburu, mendukung karirku dan memberiku kebebasan hingga aku bisa meraih apa yang aku inginkan” Tutup Renata membela suaminya. Kedua sahabatnya pun tak lagi berani berkomentar. Meski banyak hal yang ingin dimuntahkan Bella. Tapi ia sadar dan harus menghargai keputusan Renata. Jika Ia bisa sangat berbahagia dengan hal itu, apalagi yang harus dipermasalahkan.



            Dan Renata pun semakin sibuk menjalani karir barunya, kehidupan rumah tangganya berjalan seperti biasa. Tak ada lonjakan atau isu miring yang menerpa apalagi kehadiran orang ketiga. Renata bebas keluar kota mempromosikan produk produk di bawah tanggung jawabnya. Membuat proposal bisnis untuk menjalin kerjasama dengan berbagai pihak. Dalam waktu singkat, Renata sangat berhasil sebagai Marketing Manager yang memiliki performance mendekati sempurna. Penghasilannya pun bertambah, fasilitas meningkat dan ia mulai dilirik banyak kompetitor dan jasa head hunter. Profilenya sering tampil di majalah dan Koran sebagai wanita muda yang sukses. Sementara Nugros, tetap santai dan adem ayem, namun tetap mendukung karir istrinya. Tak ada gunjingan secuil pun terlebih ketika Renata melakukan perjalanan keluar kota, bahkan luar negeri hingga berminggu minggu.  Sampai suatu ketika Nugros tak lagi melakukan aktivitas kerjanya seperti biasa. Ia hanya keluar rumah untuk bersantai di café, main bowling, nge-gym dan futsal. Setiba di rumah, dilanjutkan dengan bermalasan sambil bermain game online atau nonton dvd. Tak jarang, kelelahan Renata di sambut dengan dentuman suara game yang sangat menguji kesabaran Renata sebagai istri yang terlalu memuja suami.

             "Kenapa tidak masuk kantor lagi ?" Tanya Renata suatu pagi, saat Nugros tak juga beranjak dari tempat tidur dan  terus saja asyik dengan iPadnya.

            "Aku nggak kerja lagi" Ujarnya santai. Renata tersentak tak percaya, Dihampirinya suaminya sambil merampas benda ditangannya.

            "Kenapa Mas? Apa pantas aku kerja keras sementara kamu bermalas malasan dirumah? Apa nggak malu sama tetangga terlebih keluarga kita ?"

            "Aku sudah dipecat ! Mau di apakan lagi ?!  Jawab Nugros seenaknya.

            "Hah ? Kok bisa ? Apa masalahnya ? Tanya Renata kaget

            “Ah ! sudahlah gak usah banyak tanya !”

            “Cari kerjaan lagi dong, Mas !”

            "Malas lah! Semua udah terpenuhi, ngapain lagi aku kerja" Bentaknya keras lalu beranjak meninggalkan Renata yang langsung merasakan sakit luar biasa. Rasa sakit yang tak pernah ia rasakan sejak kebersamaannya bersama Nugros. Renata pun menangis. Ada sesal yang terlalu lambat dikenali benaknya.

            Dan waktu pun tetap berjalan seperti biasa, 24 jam waktu yang tersedia bagi Renata dan Nugros, tapi mereka menjalaninya dengan aktivitas bak bumi dan langit. Renata berusaha menenggelamkan kesedihan dan kekecewaannya dengan berbagai kesibukan di kantor. Sementara Nugros, semakin asyik menikmati kemenangan emansipasi yang tanpa sadar dituntut Renata terlalu tinggi. Kadang ego dan harga dirinya juga terusik oleh semakin tajam dan runcingnya karir Renata, tapi ia berusaha menumpulkan semua itu. Toh, Nugros tidak sendiri. Trend dan zaman semakin mendukung keputusannya untuk tidak buru buru mencari pekerjaan baru dan menjadi benalu bagi semua penghasilan dan fasilitas yang dimiliki istrinya. Perlahan, Nugros pun menemui komunitasnya di kubangan species sejenis di salah satu café langganan yang sama. Species Yos – Wajahnya terlalu standar untuk dipuja kaum hawa dan pengangguran berat. Tapi nyatanya ia malah mendapat modal seratus persen dari istrinya untuk menjalankan usaha warnet. Dan tak pernah serius dikelolanya. Lalu Andhika, berwajah ganteng bak peragawan catwalk kelas dunia. Hidup mewah bergelimang harta warisan mertua dan istrinya. Sering selingkuh dan pemabuk berat, tapi selalu mendapat pengampunan bersyarat dari istrinya, meski kadang syarat itu hanya sebuah isyarat yang tak berat berat amat untuk dilanggar. Dan Nugros tentunya. Komunitas penikmat emansipasi ini, selalu menggemakan tawa bebas penuh arti. Mungkin tawa itu bermakna terima kasih pada perjuangan Ibu Kartini !

            Tak seperti biasa, Renata tampak tak bersemangat saat berkumpul bersama sahabatnya. Dan selalu Bella yang pertama kali merasakan hal itu.

            ”Kenapa Ren, kamu sakit? Atau lagi sedih? Cerita dong” Bujuknya pelan. Renata hanya menggeleng pelan sambil mengaduk aduk minumannya.

            ”Ayolah Ren, jangan sedih sendirian. Mungkin ada yang bisa kita bantu” Timpal Saskia sambil menyentuh lengannya.

            ”Suamiku di pecat dari kantornya ” Ujarnya terisak. Bella dan Saskia saling memandang dengan tatapan bingung.

            ”Emm..dia kan cukup berpengalaman. Pasti gampang dapat kerjaan baru” Ujar Saskia menghibur.

            ”Masalahnya....dia tidak mau kerja lagi”

            ”Apa ??! Alasannya apa Ren, kok sampai tidak mau kerja lagi ?” Bella mulai terusik.

            ”Katanya, penghasilanku sudah cukup untuk menopang kehidupan keluarga kami, jadi dia mau menikmati hidup saja sekarang ini”

            ”What ?? Menikmati hidup ?!  Mata Bella melotot tak percaya.

            ”Walah, enak banget tuh cowok! Kok ya bisa bisa nya berkata begitu !” Seloroh Saskia spontan tapi langsung minta maaf pada Renata.

            ”Nggak apa apa Sas. Nugros memang makin keterlaluan” Timpalnya pelan. Sementara Bella hanya menarik nafas panjang

            ”Lalu apa yang akan kamu lakukan Ren ?”

            ”Mau di apakan lagi? Terima nasib saja lah”

            “Aku yakin kamu bisa merubahnya “ Bella meyakinkan.

            “Sepertinya susah. Benar katamu dulu, laki laki ketika sudah menikah semakin terlihat semua watak aslinya. Dan dulu aku terlalu naif untuk bisa merubahnya. Maaf kan aku ya Bel. Seandainya waktu bisa undo..”

Saskia dan Bella hanya saling menatap dengan wajah iba. Apa yang menimpa Renata, tentu menjadi pelajaran tersendiri bagi mereka untuk lebih berhati hati, agar tak terjebak pada species penikmat emansipasi belaka. Mereka tahu pasti, Renata tak mungkin mengambil langkah untuk bercerai, ia terlalu mencintai Nugros. Apapun perlakuan dan keputusan Nugros selalu dianggapnya sebagai pengorbanan cinta. Lagi pula tak ada alasan kuat untuk menempatkan Nugros sebagai terdakwa, hanya karena ia di PHK dan malas bekerja. Sedang untuk nafkah, sayangnya Renata terlanjur berikrar di awal. Ia hanya butuh cinta dan bukan harta. Dan inilah yang menjadi awal Nugros memanfaatkan segalanya.

Setiap takdir memiliki “blue print” dasar. Untuk nasib tertentu, terkadang mendapat dispensasi perubahan dari Sang Pencipta. Tapi anak manusia, terlalu asyik berkreasi hingga lupa pada pola dasar yang seharusnya. Perempuan tercipta dari tulang rusuk pria, berdekatan dengan tangannya agar bekerja sama, bersisian hati agar saling mencintai. Bersebalahan dengan tubuhnya untuk saling menopang kala suka dan duka. Emansipasi memang harus terjadi. Sebuah godaan terbalut tantangan agar tetap berpedoman pada blue print dasar yang telah ditetapkan sang pencipta. Intinya hanya keseimbangan. Kebahagiaan hidup hakiki adalah ketika keseimbangan dan keselarasan berdetak senada seirama.



TAMAT


source : www.m.dsarimagz.com/D'SARI%2027/27-11-cerpen.htm


Monday, May 09, 2011

Happy Mother's Day - I'm Proud Being A Paranoid Mother !


Tanggal 8 May merupakan Moment bagi seluruh Ibu di dunia merayakan berkah dan anugerah menjadi Ibu. Hari ini memang patut untuk sekedar di rayakan dengan rasa syukur dan sukacita antara kita para wanita dengan karunia yang sama. Jalan apapun yang membentuk kita menjadi Ibu, Apapun proses yang telah terlewati hingga takdir menjadikan kita Ibu seorang anak. Karunia Tuhan akan sama derasnya mengalir bagi mereka yang merelakan raga, hati, sanubari, nurani dan seluruh hidup untuk berkolaborasi denganNYA tuk bertaut doa bagi buah hati tercinta yang dititipkan Tuhan yang tak sekedar di pelihara tapi dijaga dengan penuh kasih dan cinta yang konon tercipta langsung dari Surga. Bukan sekedar kiasan ayat, atau kata mutiara semata bahwa satu satunya pekerjaan paling mulia yang gema doanya bisa menembus kesakralan langit ke tujuh, hanyalah suara seorang Ibu. Tak berlebihan, jika hal termulia  di dunia dan kerjaaan akhirat yaitu Surga, berada di bawah telapak kaki Ibu.
 
Selalu ada cerita tentang indahnya kasih Ibu, dimana mukjizat selalu menyertainya. Bahkan kemustahilan sebagai manusia biasa, terkadang bisa dilakukan seorang Ibu lewat spontanitasnya dalam berdoa bagi buah hati tercinta. Selalu ada energi diluar kendali diri yang tiba tiba berbuncah ketika seorang Ibu mendengar anaknya celaka. Sikap melindungi yang terlalu berlebih dari seorang Ibu, bisa jadi menganggu sebagian orang. Namun pada nurani Ibulah, suara hati Tuhan bisa dengan jernih terdengar. Hingga, duga dan rasa nya sering kali benar adanya . "I'm a Paranoid Mother", Itu adalah julukan yang datang dari beberapa guru anak saya. Dan saya bangga mendapat julukan itu, dan merasa kasihan pada siapapun terlebih seorang pendidik, yang menyepelekan nurani seorang Ibu, hingga hanya mengecek keberadaan anak remaja saya di sekolah, adalah kegiatan yang  mengganggu mereka. Mungkin perlu kurikulum  baru untuk para pendidik, agar lebih memahami tentang kedalaman sanubari seorang Ibu. Bagi pendidik yang ber nurani dangkal, perlu ber puluh puluh kurikulum untuk memahaminya atau mungkin tidak akan  pernah di pahaminya sampai kapanpun. Semoga, tak lagi saya temui pendidik dengan nurani seperti ini di kemudian hari.


Dan saya tetap menjalani berkah ini sesuai apa yang diamanatkan takdir,  untuk senantiasa memahami dan selalu berdamai dengan transformasi emosi yang terus terjadi bahkan hormon, gaya hidup dan jati diri sebagai wanita, ketika seorang anak terus bertumbuh dan  selalu ada tuntutan berbeda yang meminta tubuh dan jiwa kita untuk senantiasa berlaku luwes agar lebih memahami sang buah hati tercinta. Hingga, saat sayap mereka telah lengkap sempurna dan terbang jauh dari kehidupan kita, tetap ada temali kasih untuk menarik mereka selalu kembali dalam sangkar pelukan kita sebagai Ibu, yang kehangatan dan cahayanya tak akan pernah bisa di temui dimanapun. Itulah yang dilakukan Ibu saya….Ibundah H. Marwiyah. Sejauh apapun saya melangkah, jiwanya terus terbawa di pikiran dan benak saya untuk selalu kembali ke pelukannya. Semoga, temali kasih itu juga telah terajut di sayap cita kedua buah hati saya….. 

Selamat Hari Ibu !


"I Saved My Son's Life by Being A Paranoid Mother - Rachel Johnson"

Sunday, May 08, 2011

Sayap Malaikat Rhaya

Sayap Malaikat Rhaya
Oleh : Ria Jumriati


Menjelang pertengahan tahun, terus saja di hiasi rintik air hujan dan taburan mega dicakrawala pekat. Namun Rhaya melihat bidadari tengah meronce buliran air hujan dan merangkainya menjadi juntaian permata berwarna pelangi. Rhaya tersenyum, ia melihat mata Tuhan tersenyum padanya. Ia melihat wajah malaikat bersinar menyilaukan mata beningnya. Rhaya pun tersenyum. Ia melihat burung burung surga terbang mengiringi pesawat yang ditumpanginya. Dan ia melihat senyum bidadari itu di salah satu pramugari yang tadi menggendongnya sejenak. Rhaya belum mengerti bahasa manusia. Dipunggungnya masih melekat lembutnya sayap malaikat. Satu satunya manusia yang bisa mengerti segala keinginannya, hanyalah Ibunya. Ia adalah perempuan, dimana Rhaya bisa melihat keindahan surga lewat nyanyian nina boboknya.


“Mau bobok sayangku….” Mata surga itu menatap wajah bening Rhaya dengan lembut. Satu helai sayapnya meliuk jatuh perlahan ke bumi. Rhaya tertidur dalam nyanyian berkidung kedamaian. Disana, seperti biasa Rhaya bermain bersama para malaikat kecil penghuni kerajaan Illahi. Hanya terdengar tawa dan canda kebahagiaan. Namun tak lama ia pun terbangun. Guncangan demi guncangan membuat perjalanan dalam pesawat itu kerap membuatnya kehilangan teman teman kecilnya. Mereka terbang saat mata Rhaya terbuka menyibak jendela dunia. Namun dalam perjalanan kali ini, Rhaya diiringi puluhan burung burung surgawi dan…..bidadari itu, terus saja merajut dan meronce buliran hujan menjadi rangkaian permata terindah yang pernah dilihatnya. Rhaya ingin meraihnya sehelai. Ia ingin mengalungkannya di leher perempuan pemilik ruang penuh kehangatan, dimana ia pernah bersemayam selama 9 bulan disana.


“Kamu pipis lagi ya…” Ujarnya dengan senyum lembut.

“Mama, aku ingin membawamu melihat surga”  Ujar Rhaya. Tapi bahasa Rhaya tak pernah bisa dimengerti secara harpiah olehnya. Yang terdengar hanya celotehan lucu yang membuatnya semakin gemas. Ia pun menciumi pipi gembil Rhaya.

“Makan dulu ya sayang, sebentar lagi kita akan ketemu Oma dan Opa”

Ia pun menyuapi mulut kecil itu dengan sepotong biscuit yang dicampur susu. Seorang pramugari lewat di sampingnya. Rhaya kembali melihat senyum bidadari itu di matanya.

            “Hallo sayang…sudah bangun ya ?” Sapanya ramah. Rhaya tersenyum girang. Ia pun mencubit pelan pipi gembilnya.

            “Ada banyak malaikat menunggu senyum manis mu disana”

            “Aih..lucu sekali” Ujarnya saat mendengar celoteh Rhaya “Berapa usianya, Bu ?”  Tanyanya sambil membelai rambut keritingnya.

            “Bulan depan genap setahun” Terang Ibunya. Pramugari cantik itu pun mengangguk sambil berlalu dan menebar senyum ramahnya kepada penumpang lain.  

           

            Detik dan menit saling berkejaran menuju dentang takdir. Cuaca semakin tak bersahabat. Ada kegelisahan yang sama dirasakan para penumpang dipesawat itu. Semantara Rhaya kembali tertidur dan menemui teman teman kecilnya yang semakin riang menyambutnya di ujung gerbang penuh sinar. Ia merasakan sayap sayapnya perlahan berguguran. Melayang diudara…kadang hinggap di batang cemara, hingga jatuh menyentuh bumi. Rhaya menggeliat membuka mata kecilnya. Mengapa didalam pesawat ini begitu banyak malaikat berbaju putih. Masing masing menghantar sinar tersendiri ditangan mereka. Semua menebar senyum pada mata Rhaya.

            “Mari Nak…..” Salah satu malaikat itu meraih jemari mungilnya. Ia seolah menari diatas gemerlap cahayanya. Rhaya merasakan kedamaian yang luar biasa, kehangatan yang sama dirasakannya saat ia bersemayam dialam rahim.

            “Mama…” Rhaya menatap mata Ibunya yang terlihat gelisah. Kali ini ia sama sekali tak menggubris celoteh lucunya. Ia terus saja mendekap tubuh Rhaya erat.

            “Mama, aku baru saja diberi rajutan permata ini oleh Bidadari itu”

            “Apa ? Pesawat ini akan jatuh !” Jeritnya dengan tangis ketakutan.

            “Tenang Bu, kita berdoa saja semoga tidak terjadi apa apa ?” Ujar salah satu awak mencoba menenangkan.

            “Tapi ?! Goncangannya semakin keras…tolooooong” Jerit perempuan tua di kursi belakang. Ia terus saja menangis ketakutan dipundak suaminya. Para penumpang serempak menampakkan wajah ketakutan. Menangis, berpelukan dan berlarian kesana kemari. Begitu juga para pramugari dan awak pesawat sibuk menenangkan semua kepanikan yang ada. Namun tak urung wajah mereka pun diliputi kecemasan yang sama. Sementara badan pesawat semakin terasa menukik kebawah. Kegaduhan kian terasa, semua berteriak dan menangis. Tapi dimata Rhaya…Ia hanya melihat para malaikat yang jumlahnya kian bertambah. Menebar kristal kristal cahaya pada setiap orang  yang ada didalam pesawat itu. Salah satu malaikat itu menghampirinya. Tersenyum dan mengajaknya terbang bersama anak anak kecil lainnya. Suasana dimata Rhaya sangatlah indah. Lalu para burung dan bidadari itu yang sedari tadi mengawal perjalanan mereka. Kian menebar senyum kebahagiaan. Rintik hujan telah berhenti dan berganti pelangi, Rhaya bergelayut riang di juntai warna pelangi itu bersama teman teman kecilnya. Penuh celoteh riang. Suara dentuman pun terdengar. Ada kilat api dan asap hitam yang disusul dengan hamburan serpihan badan pesawat. Rhaya melihat roh Ibunya melayang terbang menuju kearahnya, disertai beberapa malaikat dengan sinar yang terus mengawal perjalanannya.



            Awan membelah sempurna menampakkan pemandangan indah dan bersimbah kedamaian. Rhaya memetik salah satu bintang yang biasa ia lihat di alam mimpinya. Bersama teman teman kecilnya, ia kini menjadi penghuni salah satu tempat ternyaman di kerajaan Illahi. Rhaya dan bersama roh roh lainnya kini tertawa bahagia tanpa sedikit pun rasa sakit apalagi derita menyerta. 



            Nun jauh dihamparan bumi di kedalaman lautan luas. Berhamburan serpihan pesawat dan tubuh manusia. Namun itu hanyalah ragawi bagi semua penghuni alam Illahi. Hanya sebagai bukti keberadaan mereka yang pernah menjejaki bumi. Memang ada airmata, jerit kesakitan dan darah yang berhambur deras. Dan sekali lagi, itu hanyalah kodrati dari takdir rasa yang harus dijalani sebagai manusia. Namun, satu yang perlu diyakini meski melintasi batas kewajaran yang berlaku sama di bumi. Mereka…telah dikawal oleh ribuan malaikat dan bidadari tanpa rasa sakit dan derita yang memilukan. Mereka tak sekedar menjalani takdir apalagi harus membayar karma sebagai mahluk berlumur dosa. Ada banyak cara milik Tuhan untuk mengajak setiap mahluknya membuka pintu pintu surga meski harus melewati serangkaian bencana. Dan cara apapun, dimata dan bagaimana Dia bekerja tentu harus diyakini tanpa derita menyimbahi. Karena Dia Maha Pengasih dan Penyayang.



            Hingga pada suatu hari….seorang anak kecil berlarian ditepi pantai. Ia pun masih memiliki sayap malaikat itu. Dengan riang ia berlari mengejar anak anak ombak yang bergantian menjilati kaki mungilnya. Di dekatnya berdiri Ibunya yang terus mengawal langkahnya. Tiba tiba, mata kecil itu menangkap sehelai sayap malaikat yang sama dimilikinya. Ia pun memungutnya dan tersenyum…..ada pesan melambai pada helainya. Ia membacanya dengan tersenyum.  Pesan itu berbunyi :

           



“Aku bernama Rhaya…bersama teman teman kecilku

Kini aku bersemayam dalam damai  pelukan Ibu dan Tuhanku

Terbangkan pesan ini untuk Oma dan Opa ku…

Keringkan lah air mata dan bernyanyilah lagu riang untukku

Karena aku....

Selalu berbahagia dalam damai dan kasih Tuhanku”

           



TAMAT



"Untuk Bayi dan Balita di Pesawat MA60 - R.I.P

Monday, April 04, 2011

Kutipan karya Khalil GIbran 'Doa Sang Nabi'

Di kutip dari kumpulan karya Khalil Gibran yg di ambil dari buku , 
'' Doa Sang Nabi..'' 


CINTA

LALU berkatalah Almitra, Bicaralah pada kami perihal Cinta.

Ditengadahkan kepalanya dan memandang pada orang-orang itu, dan keheningan menguasai mereka. Dan dengan suara lantang dia berkata :


Pabila cinta memberi isyarat kepadamu, ikutilah dia,

Walau jalannya sukar dan curam.

Dan pabila sayapnva memelukmu menyerahlah kepadanya.

Walau pedang tersembunyi di antara ujung-ujung sayapnya bisa melukaimu.

Dan kalau dia bicara padamu percayalah padanya.

Walau suaranya bisa membuyarkan mimpi-mimpimu bagai angin utara mengobrak-abrik taman.

Karena sebagaimana cinta memahkotai engkau, demikian pula dia kan menyalibmu. Sebagaimana dia ada untuk pertumbuhanmu, demikian pula diaada untuk pemanakasanmu.



Sebagaimana dia mendaki kepuncakmu dan membelai mesra ranting-rantingmu nan paling lembut yang bergetar dalam cahaya matahari.

Demikian pula dia akan menghunjam ke akarmu dan mengguncang- guncangnya di dalam cengkeraman mereka kepada kami.

Laksana ikatan-ikatan dia menghimpun engkau pada dirinya sendiri.



Dia menebah engkau hingga engkau telanjang.

Dia mengetam engkau demi membebaskan engkau dari kulit arimu.

Dia menggosok-gosokkan engkau sampai putih bersih.

Dia merembas engkau hingga kau menjadi liar;

Dan kemudian dia mengangkat engkau ke api sucinya. sehingga engkau bisa menjadi roti suci untuk pesta kudus Tuhan.



Semua ini akan ditunaikan padamu oleh Sang Cinta, supaya bisa kaupahami rahasia hatimu, dan di dalam pemahaman dia menjadi sekeping hati Kehidupan.



Namun pabila dalam ketakutanmu kau hanya akan mencari kedamaian dan kenikmatan cinta.


Maka lebih baiklah bagimu kalau kaututupi ketelanjanganmu dan menyingkir dari lantai-penebah cinta.

Memasuki dunia tanpa musim tempat kaudapat tertawa, tapi tak seluruh gelak tawamu, dan menangis, tapi tak sehabis semua airmatamu.



Cinta tak memberikan apa-apa kecuali dirinya sendiri dan tiada mengambil apa pun kecuali dari dirinya sendiri.

Cinta tiada memiliki, pun tiada ingin dimiliki;

Karena cinta telah cukup bagi cinta.


Pabila kau mencintai kau takkan berkata, "Tuhan ada di dalam hatiku," tapi sebaliknya, "Aku berada di dalam hati Tuhan."


Dan jangan mengira kaudapat mengarahkan jalannya Cinta, sebab cinta, pabila dia menilaimu memang pantas, mengarahkan jalanmu.


Cinta tak menginginkan yang lain kecuali memenuhi dirinya. Namun pabila kau mencintai dan terpaksa memiliki berbagai keinginan, biarlah ini menjadi aneka keinginanmu: Meluluhkan diri dan mengalir bagaikan kali, yang menyanyikan melodinya bagai sang malam.



Mengenali penderitaan dari kelembutan yang begitu jauh.

Merasa dilukai akibat pemahamanmu sendiri tenung cinta;

Dan meneteskan darah dengan ikhlas dan gembira.

Terjaga di kala fajar dengan hati seringan awan dan mensyukuri hari haru penuh cahaya kasih;

Istirah di kala siang dan merenungkan kegembiraan cinta yang meluap-luap;

Kembali ke rumah di kala senja dengan rasa syukur;


Dan lalu tertidur dengan doa bagi kekasih di dalam hatimu dan sebuah gita puji pada bibirmu



PERSAHABATAN


Dan seorang remaja berkata,  Bicaralah pada kami tentang kebenaran Persahabatan

Dan mendapat jawaban:

Sahabat adalah kebutuhan jiwa, yang  mesti terpenuhi.

Dialah ladang hati, yang kau taburi dengan kasih dan kau panen dengan penuh rasa terima kasih.

Dan dia pulalah naungan dan pendianganmu.

Karena kau menghampirinya saat hati lapa dan mencarinya saat jiwa butuh kedamaian.



Bila dia bicara, mengungkapkan pikirannya, kau tiada takut membisikkan kata "tidak" di kalbumu sendiri, pun tiada kau menyembunyikan kata "ya".

Dan bilamana ia diam, hatimu tiada 'kan henti mencoba merangkum bahasa hatinya; karena tanpa ungkapan kata, dalam rangkuman persahabatan, segala pikiran, hasrat, dan keinginan terlahirkan bersama dengan sukacita yang utuh, pun tiada terkirakan.

Di kala berpisah dengan sahabat, janganlah berdukacita;

Karena yang paling kaukasihi dalam dirinya, mungkin lebih cemerlang dalam ketiadaannya, bagai sebuah gunung bagi seorang pendaki, nampak lebih agung daripada tanah ngarai dataran.


Dan tiada maksud lain dari persahabatan kecuali saling memperkaya ruh kejiwaan.

Karena kasih yang masih menyisakan pamrih, di luar jangkauan misterinya, bukanlah kasih, tetapi sebuah jala yang ditebarkan: hanya menangkap yang tiada diharapkan.


Dan persembahkanlah yang terindah bagi sahabatmu.

Jika dia harus tahu musim surutmu, biarlah dia mengenal pula musim pasangmu.

Gerangan apa sahabat itu hingga kau senantiasa mencarinya, untuk sekadar bersama dalam membunuh waktu?

Carilah ia untuk bersama menghidupkan sang waktu!

Karena dialah yang bisa mengisi kekuranganmu, bukan mengisi kekosonganmu.

Dan dalam manisnya persahabatan, biarkanlah ada tawa ria berbagi kebahagiaan.

Karena dalam titik-titik kecil embun pagi, hati manusia menemukan fajar jati dan gairah segar kehidupan.



WAKTU


Dan seorang pakar perbintangan berkata, Guru, bagaimanakah perihal Waktu?


Dan dia menjawab:

Kau ingin mengukur waktu yang tanpa ukuran dan tak terukur.

Engkau akan menyesuaikan tingkah lakumu dan bahkan mengarahkan perjalanan jiwamu menurut jam dan musim.

Suatu ketika kau ingin membuat sebatang sungai, diatas bantarannya kau akan duduk dan menyaksikan alirannya.


Namun keabadian di dalam dirimu adalah kesadaran akan kehidupan nan abadi,

Dan mengetahui bahwa kemarin hanyalah kenangan hari ini dan esok hari adalah harapan.

Dan bahwa yang bernyanyi dan merenung dari dalam jiwa, senantiasa menghuni ruang semesta yang menaburkan bintang di angkasa.

Setiap di antara kalian yang tidak merasa bahwa daya mencintainya tiada batasnya?

Dan siapa pula yang tidak merasa bahwa cinta sejati, walau tiada batas, tercakup di dalam inti dirinya, dan tiada bergerak dari pikiran cinta ke pikiran cinta, pun bukan dari tindakan kasih ke tindakan kasih yang lain?

Dan bukanlah sang waktu sebagaimana cinta, tiada terbagi dan tiada kenal ruang?


Tapi jika di dalam pikiranmu haru mengukur waktu ke dalam musim, biarkanlah tiap musim merangkum semua musim yang lain,

Dan biarkanlah hari ini memeluk masa silam dengan kenangan dan masa depan dengan kerinduan

Friday, February 04, 2011

Puzzle Kehidupan Ayah



Sejak terlahir, Iris hanya mengenal Ayah sesekali. Pekerjaan Ayah yang sering kali keluar kota dan berlayar menjaga perairan Nusantara hingga berbulan bulan, membuat Iris kecil terkadang lupa wajah Ayah. Tapi ia selalu ingat bau khas Ayah. Ia ingat suasana hati nya yang mendadak riang saat Ayah pulang dan membawa oleh oleh untuknya. Menciumnya sekali lalu tertidur kelelahan. Saat bangun, Ayah kembali disibukkan oleh urusan lain.

Saat Iris remaja. Wajah Ayah makin melekat erat tak hanya di ingatannya, tapi juga di segala bentuk rupanya terutama bentuk hidungnya. Ayah masih sering pergi dan pulang setelah berbulan bulan. Tak banyak kenangan tentang Ayah, tapi bau khasnya dan suasana hati Iris yang tak pernah berubah saat Ayah pulang dengan oleh oleh dan kelelahan yang luar biasa. Ayah mulai menua. Saat terbangun, Ayah lebih banyak merenung. Tak banyak cerita terluncur dari bibir Ayah. Tapi Ayah banyak tersenyum, kehangatan senyum Ayah itu seolah mencairkan segala kekakuannya sebagai orang tua.

Kini Iris tumbuh menjadi gadis belia. Banyak pria yang coba mendapatkan hatinya. Tapi Iris lebih memilih Fahreza karena memiliki senyum sehangat Ayah. Sosok Ayah yang bagi Iris seperti potongan puzzle yang hilang. Semua dapat dilengkapi sempurna oleh  Fahreza. Tapi tetap tak ada yang bisa menggantikan suasana hati Iris, saat Ayah datang dan memeluknya.

Kini Ayah memeluknya erat, sambil membisikkan kalimat kebahagiaan dan kata maaf karena tak bisa menyempurnakan puzzle kehidupannya sebagai Ayah. Tapi Ayah punya doa, harapan dan cinta sejauh apapun jarak memisahkan mereka. Ayah selalu menempatkan anak-anaknya dalam bingkai hati terindah yang dimilikinya. Iris memeluk Ayah erat, di hari pernikahannya Ayah hadir bersama Bunda. Memberi oleh oleh berupa restu yang membuat hatinya tak hanya girang tapi juga nelangsa. Puzzle itu memang telah terangkai indah. Tapi Iris merasa ada yang tertinggal di senyum dan lambaian tangan renta Ayah. Tiba tiba, Iris rindu kembali ke masa kecil di mana Ayah memeluknya sesekali.  

Ayah, dulu, kini, nanti dan selamanya akan tetap melekat erat di jiwa, hati dan sanubari Iris. Tak banyak kenangan tentang Ayah. Tapi senyum, pelukan, dan tatapan cinta Ayah telah menyulam indah rajutan rajutan kasih yang pernah terurai oleh waktu, yang kala itu tak berpihak pada Iris dan Ayah untuk saling menautkan keduanya untuk berbagi kisah dan kasih. Kini wajah Ayah hanya bisa dinikmati lewat foto besarnya yang terpampang di dinding.  Dan Iris akan tetap menyimpan kehangatan senyum Ayah, menjaga hatinya untuk selalu riang gembira saat mengenang Ayah. Dan Iris yakin, doa-doa yang terpanjat untuk Ayah akan menembus lapisan langit ketujuh untuk  membuat Ayah  merasakan keriangan yang sama, sebagai balasan oleh oleh dari Iris saat dulu Ayah pulang dan memeluknya sesekali....

***

”Salah satu kenikmatan Allah atas seorang ialah dijadikan anaknya mirip dengan ayahnya (dalam kebaikan). (HR. Ath-Thahawi)

 - Ria Jumriati -  Bogor, 24.37 Wib -