Saya
adalah Ibu dua putra “Korban Ujian Nasional”. Pada saat si sulung menghadapi
Ujian Nasional masuk SMA, si bungsu pun tengah jumpalitan menghadapi UN SD. Dan
tahun depan hal ini akan terulang kembali. Sebagai orang tua, saya melihat
tidak ada manfaat sama sekali dari Ujian Nasional ini. Karena masuk semester 2,
anak didik sudah di cekoki soal-soal ujian nasional yang berbeda hampir 90%
materinya dengan apa yang telah mereka pelajari di sekolah selama 3 tahun utk
SMP dan 6 tahun utk SD yang kala itu masih di haruskan UN.
Secara
fisik dan mental mereka tersiksa. Lelah, bosan dan frustasi karena sulitnya
soal yang tergambar di soal – soal try out. Aneh, bingung tapi tidak tahu harus
bertanya kemana. Karena guru guru pun sama bingungnya dengan aturan pemerintah
yang sok membuat soal susah demi standarisasi, yang menterinya sendiri saya
yakin tidak bisa menjawab soal-soal Matematika & Fisika tingkat SMA yang
luar bisa sulitnya.
Akhirnya
ada juga jalan keluar. Beberapa oknum guru sekolahpun ada yang menjual
soal-soal jawaban UN yang kala itu berharga Rp. 20.000,- saja. Haruskah saya
beli ? ketika anak saya mengemukakan bahwa hampir seluruh kelasnya membeli
jawaban soal tersebut.
Generasi seperti inikah yang di inginkan pemerintah kita
? Generasi yang terjebak keputusa asaan, lalu mencari jalan keluar yang mendekatkan
mereka pada keputus asaan dan terjebak dalam kecurangan yang di amini hampir semua
orang.
Jika
Ujian Nasional terus di lanjutkan, maka gulungan generasi yang tercipta adalah
generasi frustasi dan apatis, yang mencari cara-cara apapun untuk sebuah kata LULUS dan
bukan SUKSES.
Generasi
seperti inikah yang di inginkan Menteri Pendidikan kita yang terhormat Bp.
Mohammad Nuh ?
Bersediakah
anda bertanggung jawab dunia akhirat, akibat keputusan yang telah anda buat ?
mari kita berlomba dengan waktu pak, karma tidak pernah salah alamat !