CINTA & LOGIKA
Ria Jumriati
7 Tahun
pernikahan, menurut banyak orang mestinya sudah melewati masa krisis. Tapi bagi
rumah tangga Arlene, justru krisis dan berbagai cobaan tengah mengalami titik
kulminasinya. Ia pernah hampir menyerah karena tak sanggup lagi pada perlakuan
Kevin yang semakin membabi buta menyakiti Arlene. Tapi selalu urung karena
alasan cinta. Meski tak ada kekerasan fisik, tapi akibat yang di alami Arlene
melebihi siksaan tubuh.
Sudah hampir setahun ini, Kevin ketahuan selingkuh dengan
salah satu perempuan di panti pijat langganannya. Mereka bahkan telah
mengontrak rumah dan hidup bersama. Belum lagi, nafkah bulanan yang perlahan
tak lagi di setor Kevin untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga mereka. Tapi
Arlene mencoba bertahan. Ia tetap membawa deritanya dalam doa. Keyakinannya
sangat tinggi, pada janji pernikahannya. Bahwa mereka yang telah di satuan
Tuhan, hanya bisa di pisahkan oleh maut. Arlene penganut Katolik yang taat.
Dulu hingga kini, cintanya pada Kevin tak pernah berubah. Tapi Arlene, manusia
biasa dengan keterbatasannya dalam menahan rasa sakit, yang terus di uji
suaminya hingga melewati atas manusia pada umumnya. Arlene terlihat kuat, tapi kadang hampir
menyerah, linglung dan pasrah.
“Pikirkanlah
yang terbaik, kau tidak bisa hidup terus menerus seperti ini. Kasihan anakmu”
Ujarku sambil menyeka airmata sahabatku lembut. Spontan ia meraih jemariku,
meremasnya dengan tangisan seseguk. Seolah meminta kekuatan yang kian tererosi
emosi dan dukanya. Aku terlarut iba. Beberapa menit kemudian, Arlene mulai
tenang.
“Apa
salahku, Niken ?”
“Tidak
ada, kau perempuan sempurna”
“Lalu
mengapa Kevin begitu tega memperlakukan aku seperti ini ?”
“Pernahkah
kau tahu, seberapa dalam Kevin mencintaimu ?” Mata sendu itu menatapku bimbang.
Lalu menggeleng sedih.
“Arlene....maaf,
bolehkah aku tanya sesuatu yang lebih pribadi ?” Ia kembali menatapku,
airmatanya masih berlinang. Mendesah
lalu mengangguk pelan.
“Kau pasti
setuju, bahwa mencintai adalah persetujuan dua pihak. Jika hanya sendiri itu
berarti mimpi. Tetap mencintai sementara Ia bersama yang lain, itu...itu adalah
kebodohan. Dan aku tahu, kau bukan jenis perempuan seperti itu”
“Tapi aku
mencintainya ! Tetap setia dan mau berkorban apapun untuk kebahagiaannya.
Apakah itu tidak cukup ?? !” Timpalnya terisak.
“Pernikahan
adalah keseimbangan Arlene, kesetaraan dan pengertian. Tidak berat sebelah dan
kosong di satu sisi”
“Tapi aku
yakin, semua cinta dan pengorbananku untuk Kevin. Pasti akan membuatnya
mencintaiku. Meski awalnya, Ia memang tak pernah mencintaiku. Semua bermula
dari keinginanku. Kevin menikahiku karena.......karena saat itu aku lebih
memilih mati saat Ia memutuskan untuk meninggalkanku”.
“Arlene,
fondasi pernikahan tak cukup di bangun oleh cinta dan pengorbanan yang datang
darimu. Harus di topang oleh dua sisi. Tak ada pernikahan yang bisa tegak
sempurna jika hanya satu orang yang mengusahakannya. Jika Kevin tetap tak bisa
mencintaimu, Apakah kau masih menganggap pernikahanmu memiliki fondasi yang
kuat ?”.
“Aku
menikah Katolik, Niken. Kevin tak bisa menceraikanku !”
“Tapi ia
berselingkuh, membuatmu menderita dan tak pernah menjadi milikmu seutuhnya.
Buka mata hatimu Arlene!”
“Tapi...Aku...aku...”
“Arlene,
jujur lah ! Selama 7 tahun pernikahanmu, sudah berapa kali Kevin bertingkah dan
memancing perceraian? 3..4..5 ? Bahkan ketika kau tengah mengandung Shanne, ia
tega meninggalkanmu lalu melahirkan tanpa suamimu yang seharusnya ada disisi
istrinya yang tengah meregang nyawa !”
”Tapi
Kevin Ayah yang baik. Ia sangat menyayangi Shanne” Timpalnya masih membela. Aku
menarik nafas dalam.
”Jika
Kevin tak menyayangi anaknya sendiri. Aku tak tahu lagi, species jenis apa yang
pantas di kategorikan untuknya. Sadarlah Arlene..”
“Maksudmu
??? Aku harus menceraikannya ? Dan merelakan suamiku hidup bersama pelacur itu
?!”
“Arlene,
kau perempuan yang sempurna. Hidup dan cintamu terlalu berharga dan mulia untuk
kau berikan pada lelaki seperti Kevin”.
“Tapi
bagaimana dengan pernikahanku, aku pasti berdosa”
“Saat dulu
kau memilih bunuh diri, ketika Kevin menolak menikahimu. Saat itu kau tengah
menentang takdir Tuhan. Ini adalah akibat dari keseimbangan takdir yang sudah
IA gariskan. Percayalah Arlene, kau pasti akan bisa melewati semua ini dan
mendapatkan yang terbaik”
“Aku...aku
tidak bisa hidup tanpa Kevin....aku sangat mencintainya, Niken”
“Tapi ia
tak mencintaimu. Ia lebih nyaman hidup dengan perempuan panti pijat, di banding
dengan seorang Arlene – Perempuan cantik, cerdas, karir cemerlang dan patuh
pada Tuhannya. Cintamu terlalu murni Arlene, hanya pria sejati berhati putih
yang bisa mengenalinya...dan sayangnya, itu bukan Kevin”.
Arlene
terdiam lama. Hanya desahan nafasnya yang makin tak teratur. Aku membiarkannya
untuk mencerna semua perkataanku.
“Haruskah
aku menyesal, Niken ? Ujarnya kemudian.
“Ibuku pun dulu pernah menasehatiku seperti itu. Tapi aku peduli. Bagiku
Kevin adalah segalanya” Ujarnya dengan mata menerawang. Aku menimpali dengan
senyum sambil mengusap punggungnya lembut.
Nafas
Arlene perlahan mulai tenang. Airmatanya pun mengering. Ia kembali meraih
jemariku. Tak lagi diremasnya. Ia mempermainkan cincin kawin di jari manisku.
Perlahan ada senyum kecil di sudut bibirnya. Meski airmatanya kembali menetes.
Aku bisa merasa lega, telah memberi sedikit pencerahan di hatinya.
“Niken,
mau kah kau membantuku melewati semua ini ?”
“Tentu...kau
sahabatku. Aku ingin yang terbaik buat hidupmu”
“Bisakah
aku hidup tanpa Kevin ?”
“Kau
perempuan yang kuat Arlene. Tuhan pasti tak pernah berencana menyatukan mu
dengan pria yang hanya menjadi algojo bagi batinmu. Tuhan pasti sangat
menyayangimu, dan ingin membuatmu melihat, bahwa kemurnianmu tak sepadan dengan
kebejatan Kevin selama ini. Kau perempuan berhati permata, Arlene. Percayalah
itu....”
Perlahan,
aku melihat kekuatan berbeda di mata sahabatku. Desahan nafasnya tak lagi
beraroma derita. Tapi keyakinan yang membawa pikirannya untuk mengenal cinta
berlogika. Sesungging senyum kembali terhias di bibir mungilnya. Meski tak
mudah melepas cintanya pada Kevin. Arlene pada akhirnya semakin
memahami......Bahwa....
Mencintai adalah persetujuan dua pihak, jika hanya
sendiri itu berarti mimpi
Mencintai bukanlah tetap menunggu saat dia
meninggalkan, itu adalah pengkhianatan.
Mencintai bukanlah derasnya airmata derita karenanya, itu
adalah pelecehan jiwa
Mencintai bukanlah tetap setia sementara dia bersama yang
lain, itu adalah kebodohan...
Aku yakin, Arlene
akan semakin menyadari dan belajar untuk mendapatkan dan mempertahan cinta
sejatinya. Dan kali ini, ia akan selalu menyertakan logika dalam prosesnya.
TAMAT
(dimuat di majalah Goodhouse keeping)