Mimpi
tentang lelaki itu......
Sudah
hampir satu bulan ini, alam bawah sadarku di kuasai raut sempurnanya.
Mata....hmmm, dadaku selalu mendadak sesak saat memikirkannya. Terbuat dari
apakah mata itu ? Kilaunya seperti tumpukan berlian, kerlingnya tajam menghujam
dasar hati. Ia jarang tersenyum. Tapi
memiliki tatapan yang hangat, liar, menjerat dan mengikat hingga ke lubuk
mimpi. Parah...!.
Jam dinding di ruang kost ku berdetak
pelan seirama denyut jantungku. Mata itu kembali menyeruak tak sopan merobek
imajinasiku. Kantukku mendadak hilang,
meski waktu sudah berjalan separuh malam.
Ku buka laptopku sambil memperhatikan status teman temanku di facebook.
Aku sendiri kurang suka dengan flatform yang begitu fenomena ini. Aku lebih
suka menyimpan kisah hidupku untuk diriku sendiri, alhasil facebook ku hanya
berisi status copas kata kata bijak, sekedar menuruti permintaan sahabatku
untuk punya facebook. Sempat tak habis pikir, begitu banyak orang yang semakin
nyaman berbagi rasa di ruang ini. Ada yang pamer mobil, pamer berlian, umbar
prestasi anak sampai memarahi dan menasehatinya pun via Facebook. Malah ada
yang saling memaki hingga mencapai +100 comment. Aku tersenyum sendiri, dan...
Hmm....Mata lelaki itu kembali melapisi retinaku. Aku mendesah galau, gundah..rasa sesak itu
semakin menghimpit relung batinku. Aku bangkit dari tempatku menuju balkon
sempit di depan kamarku. Angin langsung menyerbu wajah pasiku. Sudah seminggu
ini aku kurang tidur. Tak enak makan, pikiranku terus terpaku pada mata lelaki
itu.....Hah !!!!
Jantungku seperti baru saja loncat
keluar. Aku merasa ada sosok akrab yang tiba tiba berkelebat di hadapanku.
Dan...Mata itu ! Spontan aku melongok ke
bawah, mencari cari tubuh tinggi tegap sempurna miliknya. Mungkinkah ia ada disini ? Untukku ? Karena kangen? Aku termangu
bodoh. Mana mungkin ?! Kenal saja belum, apa pula alasannya ia nekat datang
kesini di tengah malam gerimis. Aku menghela nafas dalam, lalu melangkah
kedalam. Sebelum menutup pintu, terasa angin hangat menerpa tengkukku. Aku
menoleh, tak ada siapa siapa, tapi terasa ada keseluruhan jiwanya di sekitarku.
Aku segera meringkuk masuk kedalam selimut. Mematikan lampu dan berusaha
terpejam dalam sergapan bayangan dan mimpi tentang lelaki
itu.....Akh....tolong!
”Heh...ngelamun terus ?” Sapa Adele
mengejutkan. Aku menoleh tersenyum menutupi kegugupanku. ”Astaga, Helena !
Matamu seperti panda, ngapain begadang terus. Belajar ya belajar tapi jangan
over dosis gitu. Lagian kamu udah kelewat pintar kok !”
”Aku...nggak begadang” Elakku tersipu
”Lalu ngapain, internetan bukan
hobbymu apalagi nonton DVD. Lalu apa ?”
”Akh..sudahlah !” Ujarku mengelak
meninggalkan Adele menuju kantin. Tapi ia segera menarik lenganku. ”Eh, tunggu
dulu...ada breaking news !”
”Apa sih, di kantin aja lah
ceritanya...aku belum sarapan”
”Sst...rahasia,
ini tentangmu Len”
”Tentangku ?” Aku kembali
duduk lalu serius memperhatikan mata bulat Adele yang tersenyum lucu. Ia mengangguk keras dan
tertawa lebar.
”Kemarin aku ke library,
terus......ehmmm” Ia terdiam dengan senyum lucunya.
”Terus apa ?” Adele memandangku
seksama. ”Aku gak nyangka....aduhhh, dia itu idola hampir semua mahasiswi...dan
ternyata....Helena, Ow Mai Gat !”
”Del, aku lapar...kalau mau cerita,
buruan deh” Ujarku mulai tak sabar. Tiba tiba
Adele mengeluarkan Smarphone dari
tas WB nya yang berwarna ungu menyala. Mencari cari sejenak lalu menunjukkan
sebuah foto lelaki tengah melukis wajahku, yang di ambilnya dari arah belakang.
Aku ternganga...tak menapak bumi....terbang....dadaku kembali sesak. Spontan ku
rebut Smartphone Adele. Ia mengelak dan tergelak. Tapi segera memperlihatkan
gambar itu yang di zoom nya sampai empat kali. Mendadak aku kehabisan oksigen.
Lelaki bermata berlian itu, melukis wajahku !!
”Dia kan yang bikin kamu begadang
terus ?” Aku masih menganga memperhatikan tengkuk indahnya di foto itu, lalu
wajah pucatku yang di lukisnya dengan pensil arsir. Aku terlihat tirus dengan
mata sendu....akh, tapi ia melukisku !. Mataku bak magnet yang menempel pada foto itu.
”Len...Len...Helooooo...Are U Still
There ?”
”Aku...aku bahkan belum tahu siapa
namanya ?”
”Astaga...Dasar si Kutu Buku ! Sejagat
kampus ini, sudah tahu nama uniknya – Gatta
Rawallangi dan akrab di panggil
”Farez” Gak ngerti juga apa kolerasi antara Gatta Rawallangi dan Farez, tapi
siapa peduli nama. Duh, kamu belum liat senyumnya yaaaa ?
Astagaa.....maniessssnya bow ! Slurrfff...”
”Kenapa dia melukis wajahku ?” Tanyaku lugu. Adele langsung terbelakak lalu
tergelak. ”Ini akibat kamu terlalu genius, jadi bebal untuk urusan cowok.
Yaaa..udah pasti dia suka sama kamu Helena... Apa mungkin sih dia melukis wajah
kamu cuma buat menakut nakuti tikus di tempat kos mu ?”
”Lalu ?” Aku sesak nafas dan kehabisan
kalimat.
”Hah ? Pake nanya lagi ! Iya samperin
dong....agresif dikit kenapa jadi cewek. Hari gini, terlalu pemalu bisa
kebagian yang tonggos dan bau Len”. Aku tertunduk menyembunyikan senyumku.
”Ayooo...kita ke kantin ! Biasanya jam
segini dia juga lagi nongkrong di sana” Ajak
Adele sambil menarik lenganku. Aku
menurut. Sementara dadaku masih sesak memikirkan foto lelaki dengan tengkuk
indah yang tengah melukisku ! Ahh....wajahku ! Mulai besok aku tak boleh tampil
terlalu polos. Menyesal kenapa tidak dari dulu aku belajar memakai blush on
atau eye shadow seperti temanku yang lain. Wajahku hanya di lapisi pelembab,
bedak tipis dan lip gloss tanpa warna. Seandainya aku bisa berdandan, pasti aku
akan lebih cantik di lukisan itu.
Aku menghela kecewa saat di kantin tak
ada sosok sempurna itu. Adele langsung lupa tujuan utamanya begitu bertemu
gerombolan sejenisnya. Tertawa, bergosip dan bercerita seru tentang apa saja.
Aku mengambil makanan dan minuman lalu bergabung dengan Adele sebagai pendengar
setia, yang cuma bisa manggut dan ikut tertawa meski kadang menurutku tidak
lucu.
Aku terduduk lelah lahir batin di
balkon kamarku. Hari belum terlalu malam. Tak ada lagi tugas yang harus
kukerjakan. Satu satu nya pengalih dari
semua pemikiran tentang Farez adalah tumpukan tugas dari para dosen. Tapi semua
begitu cepat dan mudah kukerjakan. Dan menganggur adalah siksaan terberat
buatku saat ini, karena pasti di sambangi bayangan mata indah itu !
”Helena.....” Suara lembut Bu Sari
pemilik kos menyentak lamunanku. Aku segera turun. ”Ada tamu untukmu....Laki
laki. Ingat ya Nak, tidak boleh lebih dari jam 8 malam” Ujarnya mengingatkan
aturan yang sudah berkali kali kubaca di dinding dapur, ruang tengah bahkan kamar
mandi. Aku masih menganga ”Laki laki ?”
Gumamku bingung. Aku melangkah pelan menuju teras rumah dengan halaman yang
luas. Dadaku tak lagi sesak, tapi aku berhenti bernafas. Sepertinya aku perlu
segera di infus ! Ohh...Mata itu menatapku tajam, tapi senyumnya begitu hangat
menyirami langsung ke lubuk sanubariku.
”Malam Helena...”
”Maa...malam” Jawabku gugup.
”Maaf, aku belum mengenalmu secara
langsung. Aku Farez” Ujarnya mengulurkan tangan. Aku menyambutnya gugup.
Matanya masih menikam retinaku. Dan...gagal jantung!
”Silahkan duduk” Ujarku berusaha ramah
dan normal. Tapi tidak, aku merasa sangat gugup, bodoh dalam kebingunganku.
”Aku tidak lama Helena, aku mengerti
aturan rumah kos khusus perempuan. Aku hanya ingin memberikan ini untukmu.
Sudah lama aku menyimpannya dan baru kali ini punya keberanian untuk memberinya
langsung padamu” Kalimatnya begitu
lancar, pun ketika menyodorkan lukisan wajahku yang telah di bingkainya dengan
rapi.
”Oh...”
”Jangan marah ya” Pintanya dengan
senyum manis. Tuhan....! Alangkah indahnya ciptaanmu ini.
”
Ow..tentu tidak ! Ini bagus..Emmm,
kamu pintar lukis ya ?”
”Tidak juga, biasanya aku melukis
ketika tergerak oleh sesuatu yang begitu kuat”
”Oya ?” Aku terperangah. Tergerak oleh sesuatu yang begitu kuat ? Sekuat
apa wajahku menurutnya ? Desis hatiku melambung. Aku berusaha sebisa mungkin
untuk tak gugup. Saking bahagia, rasanya aku tak perlu lagi menanyakan alasan
mengapa ia melukisku.
”Terima kasih,
kamu baik sekali” Ujarku tersipu. Tiba tiba ia meraih jemariku. Memegangnya
dengan lembut, lalu ia mendekat dan menatap mataku dalam. Ada sesuatu yang
semakin menarikku kedalam. Sebuah cerita...sebuah misteri. Tak ada kata...tapi
begitu sarat makna.
”Aku pulang dulu...mimpi indah” Ia pun
berlalu, aku masih menganga sambil mendekap lukisan itu di dadaku. Aku terus
menatapnya sampai ia menghilang bersama mobil mewahnya. Aku kembali mendesah
galau....Ada sesuatu yang janggal di mata itu. Bukan lagi keindahan alami mata
anak manusia. Tiba tiba, aku merasakan keanehan itu, tapi kian terjerat
kekaguman dan hasrat padanya yang semakin kuat.
Sejak malam itu, episode hidupku
perlahan berubah. Farez, entah dimulai dari tanggal berapa dan bulan apa, tiba
tiba sudah menjadi bagian dari hidupku. Begitu dekat....bahkan terlalu dekat
dan hampir mengunci semua pemikiran logisku. Dan aku menikmati dan terbuai
dalam dunia Farez yang ternyata di penuhi nuansa misteri dan horor. Siang hari,
aku dan Farez menjalani aktivitas sebagai pasangan yang normal. Tanpa mengumbar
kemesraan seperti yang lain. Tapi di malam hari, Farez selalu hadir, di menit
pertama aku merindukannya. Kerap datang dengan busana hitam pekat, dengan
seringai lapar yang perlahan tak lagi membuatku bergidik. Ia mencintaiku, meski
aku adalah rantai makanan utama yang paling di minatinya. Terutama isi perutku.
Tapi malam malam indah yang berlalu bersamanya, telah membuktikan bahwa aku tak
mungkin di mangsanya. Ia terlalu mencintaiku. Ia bahkan tak berani menyentuhku
tanpa izinku. Ia terlalu tampan dan sopan untuk ukuran mahluk horor !.
Tak perlu lama bersitegang dengan logikaku,
saat kusadari pria yang kucintai adalah keturunan Parakang pemakan darah dan
isi perut manusia. Ternyata, ini bukan
sekedar legenda yang terlahir dari suku Bugis-Makassar. Mahluk itu kini ada di
hidupku, bergelut, bercinta dan menyatu dengan jiwa dan ragaku. Aku tak sekedar
terlena oleh daya hipnotisnya yang luar biasa. Farez sosok penuh kharisma, ia
rela memakan perut manusia yang sudah menjadi mayat. Meski menurutnya sangat
tidak enak, ia tak mau membunuh seperti species sejenisnya yang ternyata banyak
berkeliaran disekitar kita. Ketika ada seseorang yang terkena diare, biasanya
ada andil besar mahluk Parakang disitu. Sehabis seorang Parakang menyedot isi
perut mangsanya, gejalanya tak beda dengan sakit perut dan diare akut.
”Apa kau pernah memakan isi perut
manusia yang masih hidup ?” Tanyaku
hati hati, pada satu kesempatan ketika Farez mengajakku menjelajahi Kerajaan
Parakang, yang hanya bisa di tempuh dengan jalur hipnotis. Ia menggeleng sedih. Jauh di lubuk hatinya,
ia tak pernah mau menerima takdir ini, karma yang mau tak mau harus di
terimanya dari Sang Ayah. Begitu seterusnya, karma kelam yang harus pula di
terima keturunannya kelak......Sampai di sini, aku bahkan tak mau memikirkannya.
Aku
tak sebatas mencintainya bahkan menghargainya, ketika ia berani membawaku ke
tempat yang tak pernah aku pikir ada, bahkan mungkin mahluk manapun di dunia
ini, kecuali yang pernah memiliki pengalaman dengan mahluk Parakang – Sebuah
Kerajaan penuh species Parakang. Tiba
tiba aku sudah berada di satu tempat dengan banyak akar akar pepohonan yang
tinggi. Mirip hutan basah di pedalaman Kalimantan. Sesekali terdengar lolongan
serigala, auman harimau atau desisan ular. Lalu, dengan cepat berganti
genderang bertalu talu, dengan sekelompok wanita dewasa yang menari nari dengan
luwes. Mata mereka sama menjeratnya, dingin dan tajam. Meski terbalut nuansa
horor yang kental, tapi wajah mereka tak ada yang jelek. Semua tampan dan
cantik, serta memiliki ciri yang sama...Mata berlian dan alis sempurna !
Semakin dalam aku memasuki dunia
lelaki yang kucintai dengan hati dan logikaku. Semakin aku tak bisa melepaskan
diri. Tak ada yang tahu, bagaimana masa depanku kelak bersama lelaki dengan
makanan pokok yang berbeda dengan ku. Yang aku tahu hanya cinta, kebesaran dan
kekuatan cinta selalu bisa merubah segalanya menjadi indah. Seperti apapun
takdir Farez terlahir, ketika ia di pertemukan denganku. Ada tangan takdir yang
bermain di sini. Ada misi dan peranku yang harus aku jalani suatu saat nanti.
Dan kini, aku hanya ingin menikmati ketulusan cinta yang di berikan
Farez....lelaki bermata berlian !
TAMAT
Ria Jumriati
Daftar Pustaka :
1.
http://sejarahbone.blogspot.com/2012/07/gravatar-mengenal-parakang-mahluk-jadi.html