Aku Bertajuk Susi
Aku adalah wanita yang terlahir dari deru nafsu, buasnya birahi dan gulitanya malam dalam balutan pekat angkara murka serta aroma neraka. Aku bertajuk Susi. Sebuah merk yang lekat dengan label prostitusi dan dipersiapkan untuk menjelang masa depan penuh caci maki.....Ia terlahir bernama Susi, beribu seorang prostitusi dari benih yang tak pasti. Batinnya menolak takdir pekat seumur hidupnya, jauh dilubuk hatinya ia mengharapkan setitik pencerahan. Lalu hadir Anissa - bidadari yang diutus Tuhan untuk menarik Susi dari dunia penuh caci. Hingga akhirnya ia bisa berbangga diri bertajuk Susi yang seorang pramusaji dan Ibu dari Salma - Putri kecilnya yang hampir saja diaborsi.
Dimuat di Majalah Goodhouse Keeping Edisi Juni 2005
Bulan Sepenggal Kilau
Bulan Sepenggal Kilau
Cinta memang tak mengenal rasa, bau, warna bahkan alasan yang terlalu panjang untuk meyakinkan hati milik Vega untuk tertambat dan berlabuh selamanya pada Hilman seorang penderita Paranoid Schizophrenia. Meski cemoohan dan tantangan harus ia hadapi atas keputusannya itu. Toh, Vega tetap bertahan pada keyakinannya. "Hilman hanyalah Bulan Sepenggal Kilau' kelak aku akan membawa sinar bulan sepenuhnya dalam kehidupannya, kehidupan kami yang penuh berhias bintang Alnitak , Alnilam dan Mintaka. Begitulah akhirnya, Vega bisa mewujudkan semua itu dengan melahirkan anak-anak dari pernikahannya dengan Hilman.
Dimuat di majalah FEMINA - Edisi November 2004
Selingkuh....
Selingkuh....
Aku merindukan debar itu, merindukan kemisteriusan di segala energi yang terpencar di aura jinggamu. Kemana merah jambuku ? Kemana lembayung ungumu ? senantiasa terbias lewat hitamnya arti senyum dan candamu. Kini hanya tersirat rona biru, bertebar ramai di nuansa hati sendu. Aku masih mencari arti jinggamu. Tiada lelahku meniti semburat abu-abu di setiap titian pelangi dalam juntai mimpiku. Lalu keacuhanku pada kodrat yang merengkuh erat takdir Illahi.
Dimuat di Majalah VENUS, Surabaya - Edisi Valentine Februari 2006
Rindu Terlarang
"Tuhan, Aku terperangkap pada sepenggal kisah yang harus kuakhiri namun sangat ingin kumulai. Pada sosok itu terpatri segala ingin dan angan yang tak pernah ada didatarnya kehidupanku. Seandainya temu itu adalah anugerah, Tuhan, kuingin jemari bijakmu menghantar kembali ‘kisah’ nya direntangan hari-hariku dalam nuansa yang tak tergapai oleh liarnya imajinasiku.
Dimuat di Majalah SWARA CANTIKA - Edisi Juli 2004
Raissa
Raissa
"Presentasi paling tinggi dari gejala Post Abortion Syndrome yang biasa diderita wanita yang melakukan aborsi adalah merasa kehilangan harga diri, berteriak histeris, sering memimpikan bayi yang dibunuhnya dan tak mampu lagi menikmati hubungan seksual, tapi ada juga kemungkinan selalu ingin melakukan bunuh diri. Dan Ibu Raissa mengalami beberapa diantaranya”
Aku memandang Raissa dengan perasaan iba. Sebagai sahabatnya, aku merasa telah gagal menuntunnya pada arah yang benar. Matanya yang dulu selalu ceria kini begitu redup tanpa sinar. Kadang ia menangis dan berteriak histeris. Aku tak tahu apa yang harus kulakukan untuk menolongnya. Doa saja rasanya tidak cukup, perlu dukungan moril yang sepenuh dari orang yang benar-benar mencintai Raissa diluar keluarganya. Tapi siapa ? Ariel ? Ya Tuhan, mengapa kau ciptakan manusia seperti Ariel yang hanya bisa menghancurkan masa depan wanita sebaik Raissa.
Bunda
Bunda yang kumiliki tidaklah seperti kebanyakan Ibu-ibu lain pada umumnya. Sejak aku kecil, tepatnya semenjak pikiran ini bisa menalarkan sesuatu, aku mengenal Bunda sebagai seseorang yang selalu berada didalam rumah. Langkahnya hanya terbatas pada area sekitar rumah. Bahkan ketika aku memasuki tahun pertama di TK, Bunda hanya mengantarku sampai batas pintu utama rumah dan melambaikan tangannya melalui jendela. Begitulah seterusnya, Bunda tak pernah ada pada moment-moment berarti di kehidupanku. Tapi aku sangat mencintainya dan teramat ingin membawanya suatu saat nanti untuk bersentuhan dengan dunia luar. Agoraphobia kata itulah yang sebenarnya menjadi penyebab mengapa Bundaku seperti orang terpenjara didunianya sendiri
Dimuat di Majalah Goodhouse Keeping - Edisi Desember 2005
Perempuan Kedua
Perempuan Kedua
Ada kegusaran yang merambati naluri keibuannya, saat Ethan lebih memilih Tuti untuk mendongenginya. Atau Daniella yang lebih suka cara mengucir Tuti dibanding kepang dua yang selalu dijalin di rambut gadis kecilnya itu. Ada kecemburuan merambati hatinya Namun mata Tuti begitu tulus. Flash Back kejadian tahun lalu membayangi benaknya. Ada Wiwik, Endang, Iyem, Atun dan Sarti yang datang silih berganti namun tak ada yang setulus Tuti. Mungkin mendapatkan pembantu cocok layaknya dapat jodoh seperti yang selalu dikatakan Dewi.
Dimuat di Tabloid JELITA - Edisi April 2005
Biyung
Biyung
Seumur hidupnya Biyung tak pernah menyantap Sushi, Steak, Caviar atau Escargot. Kerongkongan mereka hanya terbiasa dengan makanan kampung seperti tempe, tahu dan singkong. Pernah ketika mereka datang ke Jakarta, Mas Gino, kakakku membawa Biyung pergi makan ke restoran yang menyajikan makanan Italia. Namun apa komentarnya setelah menyantap? “Oala….No. Iki panganan opo sih ? Ndas ku kok dadi cemot cemot.“ Itulah Biyung, kepalanya mendadak pusing jika menyantap makanan mahal. Mungkin justru hal itulah yang membuatnya terhindar dari penyakit-penyakit mematikan serta berbiaya mahal untuk penyembuhannya. Aku bangga meski Biyungku hanya seorang penjual tempe. Biyung tak pernah membutuhkan hadiah-hadiah mewah di hari istimewanya. Yang dibutuhkan Biyung hanyalah kehadiran kami anak-anaknya. Aku pun demikian, aku tak pernah menuntut Biyung harus seperti Mom-nya Yesha atau Maminya Maura. Aku hanya butuh Biyung selalu ada dalam kehidupanku, dan itu sudah melebihi dari segala-galanya. Biyung, aku rindu!
Dimuat di Majalah Goodhouse Keeping Edisi Maret 2006
No comments:
Post a Comment