Thursday, September 23, 2010
Laki laki Bersimbah Mutiara
LAKI LAKI BERSIMBAH MUTIARA
Oleh : Ria Jumriati
Kacau. Segenap mata memandang hanya kesan carut marut yang terlihat. Tak ada lagi keseimbangan. Timpang di segala aspek kehidupan. Kekufuran dan kemungkaran menjadi bagian terbesar setiap detak jantung hidup. Kegelisahan merajai segala hal yang suci, tak ada lagi gaung doa yang memantul terkabul. Meski dalam kumpulan 50 orang berhati putih memanjat akan segala hal baik, namun tak ada lagi celah bagi telinga Sang Maha Pendengar. Tertutup dan gelap !. Raja dan Ratu bersekutu pada dunia kemuraman, memuja angkara murka dan memerintahkan para menteri untuk menjalankan pemerintahan dalam naungan bendera kejahatan. Lalu bergemalah khotbah-khotbah palsu. Kemunafikan menjadi tiang utama setiap kelimbungan yang ada. Cukai dan upeti semakin mencekik kaum papa. Jeritan dan tangis mereka adalah alunan lagu merdu bagi para pemimpin bangsa. Kemana berlari ? kemana mengadu ? buntu ! Keadilan semakin buram dan perlahan padam. Naik kan harga sembako ! Masa bodoh mereka bisa beli atau tidak ! peduli setan dengan kelaparan, busung lapar dan tetek bengkek penderitaan orang kecil. Yang penting bendera kejahatan tetap berkibar dibawah seringai ganas para pemimpin dan menteri menteri nya.
Kemudian Sang Raja Perkasa datang. Konon memberi segala kemakmuran dan pencerahan pada dunia yang tengah carut marut. Ia bergerak memberi kekurangan materi dan hulu hingga hilir dunia. Memiliki kekuasan memerintah bumi dan langit untuk menurunkan hujan yang membawa berkah hasil bumi hingga musim kemarau berkepanjangan yang menyiksa. Lewat tangannya banyak sekali muncul keajaiban dan sihir kasat mata yang sulit untuk dibantah. Ia memiliki kelebihan Sang Illahi namun berhati besi dan bermisi merusak segala yang hakiki. Namun takdirnya memang harus ada pada rotasi kehidupan fana ini. Karena disinilah ia akan bermukim dan hancur pada saat datang masa pencerahan yang telah dijanjikan olehNya. Lalu kapan masa pencerahan itu? Sekumpulan orang-orang dalam lingkar suci yang kian mengecil, kerap mempertanyakan itu. Dan ia pun datang dengan seriangi ganasnya.
“Aku lah pencerahan itu ! Kenapa harus mencari yang lain ?” Serunya angkuh.
“Tapi ajaranmu menyesatkan ! kami tidak mau mengikutinya” Salah seorang berkata
mantap. Lalu Si Penguasa itu pun marah dan memotong tubuh pembangkang itu menjadi dua bagian hanya dengan gerakan pelan pada tangannya. Semua menjerit. Semua berlari. Ia pun tertawa terbahak – bahak, hingga menimbulkan keretakan merata pada seluruh pijakan bumi. Sebagian orang-orang itu terperosok jatuh dan tak ada pertolongan. Ia pun tertawa bangga dan kembali menantang siapa saja yang tak mau menyembahnya. Ia lalu kian melebarkan sayap kekuasaannya. Menebar fitnah pada kebenaran, menghalalkan segala yang haram serta membenarkan kebatilan. Pencurian, pelacuran dan segala macam bentuk kemaksiatan tercipta dalam kemasan premium yang canggih dan membingungkan. Benarkah ini untuk diikuti ? segala macam tata bahasa dan propaganda menyesatkan namun terkaji secara professional silih berganti menggoyahkan kelimbungan pada sebagian kelompok yang tak punya keyakinan kuat. Lalu merekapun terhanyut. Si Penguasa itu kembali tertawa dalam bahak kemenangannya. Disetiap pijakan bumi yang disinggahinya, ia kerap mengangkat kacung-kacung untuk menebarkan ajaran sesatnya. Embargo berlaku pada siapa yang menentang. Perang menjadi pilihan terfavorite untuk siapa yang berani menantang. Tak ada kedamaian. Meski kemakmuran mudah diberikannya namun ia menebar virus yang menggerogoti moral kehidupan pada tatanan yang seharusnya. Ada yang sadar namun ada yang terus terlena pada kebobrokan itu. Namun yang tersadar itu kian menipis jumlahnya, dan terus mendapat gempuran dari para kacung-kacung si penguasa itu. Saat itu para pendoa berhati bersih hanya merindukan satu hal yaitu kematian.
Tak ada satu pun yang dapat menandingi kehebatannya. Ia berkuasa bak Pencipta Alam Semesta. Membunuh orang yang membencinya bahkan menghidupkannya kembali. Mengkloning manusia–manusia baik untuk diisi jiwa sesat ciptaannya. Setiap menit terlahir ksatria-ksatria hitam dari rahim kelam yang dimilikinya. Kian hari jumlahnya kian banyak hingga menutupi tiga perempat bumi dengan segala hal busuk yang tak mungkin terlihat dan tercium oleh hati yang bersih. Lalu berapakah jumlah mereka dibanding kstaria hitam milik si penguasa bejat itu ? Meski semakin mengecil mereka tetaplah harus ada, tetap harus bertahan karena memang begitulah karmanya. Harus selalu ada setitik putih diantara kepekatan yang menyelimuti. Harus ada secercah sinar diantara kerajaan gelap yang menguasai.
Penjara terisi oleh orang-orang baik yang terfitnah secara keji. Anak-anak mendurhakai orangtuanya, pelacuran adalah hal paling bergengsi dan diminati. Tak ada lagi aurat yang tertutup. Tak lagi ditemui label halal pada setiap makanan dan minuman. Pengkhotbah palsu sibuk mencari kemakmuran dengan menjual ayat-ayat palsu. Penguasa lalim semakin giat mencekik rakyat dengan segala kebijakan curang yang begitu gampangnya mereka buat. Hanya dengan sekali membubuhkan tanda tangan maka nyanyian kesengsaraan akan segera terdengar dari segala penjuru bumi. Namun ditelinga mereka begitu merdu terdengar dan selalu haus akan jeritan dan rintihan seperti itu. Tapi laporan inilah yang di harapkan oleh si penguasa itu. Sampai kapan ? jerit sekelompok kecil itu.
Diantara kebimbangan dan gonjang – ganjing yang tak ada habisnya. Seseorang dalam kelelahan yang sangat mencoba mencapai bulan. Ia hampir lelah memanjat, selalu kehabisan energy untuk menghadapi keangkara murkaan yang kian merajalela. Namun ia tetap bertahan dalam tiang kebenaran, meski setiap saat si penguasa dan kstaria-kstaria hitamnya selalu berusaha untuk merobohkan. Dan ia tetap berusaha mencapai bulan hingga kelelahan dan tertidur dalam naungan kegelapan.
Hingga suatu ketika….di ufuk timur di atas kemegahan menara putih, datang seorang berpakaian lapis dua berwarna kuning muda. Ia merentangkan kedua tangannya diatas dua sayap malaikat yang menyertainya. Ketika ia merundukkan kepalanya, butiran keringat berjatuhan dan begitu menengadahkan kepalanya, butiran seperti mutiara berhamburan di sekitarnya. Laki laki itu bersimbah mutiara serta pendaran berjuta cahaya. Siapa dia ? Sekelompok kecil itu tersenyum dalam keriangan yang tak berkesudahan. Mereka yang berdiri pada barisan putih senantiasa merindukan untuk disentuh olehnya. Ingin menjabat tangannya dan merasakan aroma Firdaus yang tak pernah lepas dari segenap aura yang dimilikinya. Ia datang memberi sinar pada kegelapan yang tinggal menyisakan satu titik putih di permukaan bumi. Lalu semua menjadi terang benderang, damai sejahtera dan penuh berkah serta rahmat dalam seketika. Lalu kemana ksatria hitam dan kacung – kacung rakus itu ? Mereka berlari tunggang langgang begitu melihat bayangan “Laki Laki” itu, aroma wangi yang ditebarnya justru berbau busuk di hidung mereka. Hingga tak kuasa dan mereka pun terkulai mati tanpa upaya perlawanan sama sekali. Begitu halnya dengan si penguasa lalim itu, raja biadab yang memaksa setiap orang untuk menyembahnya. Ia pun berlari menghindari “Laki laki” agung itu. Misi kedatangannya adalah untuk melenyapkan si penguasa itu, namun sekali lagi tidak dengan kekerasan, bukan dengan mengangkat senjata apalagi mengerahkan jutaan pasukan untuk menggempurnya. “Laki Laki” itu terlalu agung untuk berurusan dengan darah meski bertujuan mulia. Ia hanya menggunakan sorot matanya. Sorot mata yang begitu berkharisma hingga dapat mencairkan si penguasa bak garam yang tersiram air, seperti mentega yang meleleh pasrah diatas kobaran api. Ia pun tak bersisa sama sekali. Hilang dari muka bumi dan selesai sudah riwayat segenap kebiadaban dan keangkara murkaannya. Lalu semua menjadi hijau, kedamaian terserap diseluruh penjuru negeri dan………………………….
Si pemanjat bulan itu ternyata belum pernah mencapai tujuannya. Belum lagi setengah jalan dilewatinya. Ia tertidur. Ia terlalu lelah berharap tentang sebuah pencerahan. Ia pun bermimpi tentang “Laki Laki Bersimbah Mutiara” Oooo…masih jauh di atas bulan bahkan lebih tinggi dari lapisan langit ketiga diantara tujuh lapis yang tercipta. Dimana dia ? kapan ia datang ? Oooo…ternyata kengkara murkaan ini masih terlalu lama untuk dirasakan, dilewati dan dialami. Benarkah masih terlalu lama ?
TAMAT
(Diilhami dari Hadist Nabi Muhammad SAW mengenai kejadian-kejadian menjelang hari kiamat tiba)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment