DUA SAHABATKU
Ria
Jumriati
Aku mengenal Prita, sebagai
perempuan dengan karir cemerlang. Di usianya yang baru saja beranjak 35 tahun,
ia sudah menduduki posisi General Manager di perusahaan ternama Ibukota.
Curriculum Vitae nya di buru berbagai head hunter. Berapapun gaji dan fasilitas
mewah yang ia inginkan, pasti ada perusahaan yang mau membayarnya. Kehidupan
Prita nyaris sempurna. Suami yang baik dan pengertian, anak anak tumbuh sehat
dan kehidupan sosial kelas atas yang gemerlap pujian. Ngobrol dengan Prita,
selalu menambah ilmu di bidang fashion, kecantikan dan tentunya serba serbi Kamasutra. Twitternya pun lebih sering berhastag #SexpostionofTheDay !.
Bentuk tubuhnya pun sangat sesuai dengan jenis olah raga yang di ikutinya - Sexy
Yoga, Belly Dance, Tae Boxing bla bla bla !. Ia bahkan menjadi member premium di beberapa website berbayar yang
sering memberi tips tentang kebahagiaan suami istri, lengkap dengan gambar dan
tayangan bergerak. Beruntungnyai
suami Prita !
Siapa perempuan yang tidak ingin
seperti dirinya ? Termasuk aku yang juga sangat mendambakan life cycle yang di miliki Prita. Satu hal yang kurang dari Prita,
ia sering mengeluh tentang hal – hal kecil di hidupnya. Untung saja, ia
mampu membeli kosmetik mahal dan perawatan kecantikan ala super model. Bisa di pastikan semua kekurangan fisik bisa tertutup dengan sempurna. Tapi entah mengapa mata Prita sering sekali sembab dengan wajah kusut tak bahagia. Hmm...kurang apa lagi sih ? Bukankah semua sudah
terpenuhi ?
Saskia – Sahabat ku yang satu ini
berbanding terbalik dengan kehidupan yang di miliki Prita. Suaminya, hanya
mampu membelikan Saskia dan anak semata wayang mereka , rumah kecil berukuran
60 meter. Letaknya pun puluhan kilo dari pusat kota. Saskia berangkat
kerja selepas subuh, sementara suaminya memiliki usaha warung kecil kecilan di
rumah sambil menjaga anak mereka. Tapi ia jarang mengeluh. Saskia sendiri, bekerja di salon
Muslimah. Sesuai dengan penampilannya yang tertutup dari rambut hingga ujung
kaki. Tapi ia mahir mematut diri. Wajah dan tubuhnya selalu segar, dengan sorot
mata yang penuh binar bahagia. Satu yang menurutku kurang dari Saskia. Ia
terlalu polos tanpa make up. Satu satunya kosmetik yg di pakai hanya ulasan tipis bedak dan lip gloss. Beda dengan
Prita yang modis dan begitu
antusias dengan topik-topik seputar kehidupan seks suami istri, Saskia justru
menghindari. Menurutnya, hal itu terlalu pribadi untuk di umbar dan di bagi,
meskipun dengan alasan menambah pengetahuannya sebagai istri. Saat bersama
suaminya di depan umum, mereka pun seperti menjaga jarak. Beda dengan Prita dan
Dennis, yang berani berciuman mesra dimana pun.
Aku sendiri, sangat menghargai apapun bentuk prilaku dua sahabatku itu.
Suatu hari Prita mendatangiku dengan
wajah lebih kuyu dan sedih dari biasanya.
“Ada
apa Prita ? Kamu kok kusut banget ?”
“Rasanya....Aku
mau bunuh diri saja !” Ujarnya putus asa tiba tiba
Aku terperanjat sambil menatap
wajahnya iba. Matanya sudah basah dan semakin tersedu sedu.
“Prita...tenang,
ada apa sebenarnya ? Bukankah hidupmu begitu sempurna ?”
“Sempurna
?? Prita menatapku sayu lalu kembali terisak.
“Kamu
memiliki semua hal yang di inginkan setiap perempuan di dunia ini. Apa itu
masih kurang sempurna, Prita?”
“Aku..aku
tidak bahagia, Anna...Aku menderita !”
Tambah kaget dan tak percaya dengan
kalimat itu. Bagaimana mungkin dengan kehidupan serba terpenuhi kata
“menderita” bisa di ucapkan Prita ?
“Apa
yang membuatmu menderita ? Kamu punya segalanya kan ?”
“Tidak
Anna, semua itu tidak ada artinya jika suamimu ternyata lebih mencintai
perempuan lain”
“Hah
? Suamimu selingkuh ?”
Prita menangguk sedih. Aku kembali terhenyak
bingung. Apa kurangnya Prita. Ia cantik, karir cemerlang, pandai bersolek dan
untuk urusan ranjang, aku yakin Prita sudah terbilang expert di bidang yang
satu itu. Suami macam apa yang tidak mensyukuri segala kelebihan yang dimiliki
istrinya ??
“Ta, apa
mungkin ada perempuan lain yang bisa menandingi semua kelebihan yang kamu punya
? Atau suamimu saja yang kurang bersyukur” Tanyaku mencari tahu. Prita hanya menggeleng sedih. Meski mulai sedikit tenang.
“Dennis
berselingkuh dengan perempuan yang....yang jauh berada di bawahku”
“Maksudmu
? Dengan si Siti pembantu di rumahmu ?” Sambarku kaget, tapi ia menggeleng.
“Ternyata, selama setahun terakhir ini...Dennis sudah menikah di bawah tangan
dengan Jamilah, salah satu perempuan di tempat panti pijat langganannya”.
“Astagaaaa......kok
bisa ?? Pasti suamimu kena ilmu pelet, Ta ? Dan Si Jamilah itu pasti cuma mau
mengeruk harta kalian lewat suamimu, hati – hati loch !”
“Aku
tidak tahu Anna, Tapi Dennis telah jujur mengakui….Ia..ia menemukan kenyamanan
dan irama yang sama dalam segala hal bersama Jamilah. Ia bahkan....rela tak
mendapatkan harta secuil pun dari pernikahan kami, asalkan aku bisa
melepaskannya untuk hidup bersama perempuan itu....” Tuturnya pedih.
“Apa
?? Nyaman dengan tukang pijat ? Lalu dirimu di anggap apa selama ini, bagaimana
bisa sih, Ta ?”
“Menurut
Dennis, aku
terlalu tinggi buatnya. Kami tak memiliki irama yang senada di semua hal dalam
pernikahan kami. Dan..ia
tak bisa lagi bersandiwara terus menerus”
“Maaf Ta,
boleh aku tanya hal yang lebih pribadi ?”
Prita menatapku lalu mengangguk pelan.
“Emm...sebagian besar suami
berselingkuh karena kehidupan seks dengan istrinya kurang terpenuhi. Apa kamu
dan Dennis memiliki masalah itu ? Mendengar apa yang sering kita obrolkan,
sepertinya aku tak melihat itu di hubungan kalian” Prita mendesah berat. Tatapannya kosong
kedepan.
“Selama
ini, aku lah yang memegang kendali di semua kehidupan pernikahan kami, termasuk
urusan seks. Egois memang, saat ia merasa tak nyaman aku sering tak peduli
dan….terkadang memperlakukannya hanya sebagai ‘alat; “
“Ohhhh…yaaaa
?? Aku kira cuma laki laki yang bisa begitu sama perempuan. Ternyata....Ups,
Sorry, sorry Prita...soalnya aku baru mendengar hal ini bisa kejadian sama
lelaki” Seruku hampir tak percaya.
“Aku memang salah, aku
terlalu egois dan sering menganggap sepele segala permintaan dan masukkannya.
Aku terlalu dominan..” Aku hanya mampu menatap sahabatku iba. “Prita, aku yakin
belum terlambat. Bicaralah
baik baik pada Dennis. Jika dia tulus mencintaimu. Selalu ada jalan bagi
kembalinya hubungan kalian”
“Terima
kasih, Anna….semoga aku masih punya energi dan harga diri untuk mencoba lagi”
Sahutnya tersenyum sendu.
Sementara
kubiarkan Prita yang masih berkutat dalam usaha mengambil kembali hati Dennis.
Sore sepulang kantor, tiba tiba Saskia
menelponku.Suaranya yang lembut
terdengar sedikit gugup.
“Ada
apa Saskia ?”
“Aku..aku
mau minta tolong nih, An...tapi...tapi aku malu” Suara Saskia kini terbata.
“Malu
? Memangnya mau minta tolong apa sih ? Gak usah malu lah...ngomong aja. Kamu kan tahu aku penjaga
rahasia terbaik” Balasku tertawa renyah.
“Aku...hmm....suamiku....eh...apa
ya ?”
“Duh,
apa sih Saskia....ngomong aja, ada apa ? Biar gampang aku bantuin nya” Ujarku
mulai tak sabar.
“Begini An....suamiku
tumben tumbenan, mau lihat aku...ehm...pakai..pakai lingerie. Tapi…aku tidak
tahu, lingerie mana yang cocok buatku. Kamu bantu aku pilihkan ya, soalnya
aku sendiri….belum pernah punya baju model begitu”
Di ujung telpon aku tersenyum geli membayangkan
keluguan Saskia, tapi langsung setuju untuk membantunya. Aku terkesima sejenak,
kedataran hubungan suami istri yang di tampilkan mereka di depan umum, mungkin
berbanding terbalik dengan apa yang terjadi di kamar tidur mereka. Kita tak
pernah tahu rahasia sepasang suami istri. Dan sangat tidak bijak jika terlalu
cepat menilai hubungan seseorang lewat kacamata umum. Penilaianku pun terkoreksi untuk Saskia.
“Jadi...kamu
mau pilih yang merah atau hitam ?” Tawarku pada Saskia sambil menyodorkan dua lingerie berenda sederhana dengan motif bunga
bunga kecil berbahan satin halus. Saskia masih terlihat bingung.
“Menurutmu
bagus yang mana ?”
“Suamimu
suka warna merah atau hitam ?”
“Dia tidak bilang harus
warna apa sih, pokoknya yang penting lingerie”
Aku kembali tertawa kecil melihat
kepolosannya.
“Hmm..kalau
aku menilai karakter Mas Dodo yang kalem, kayaknya dia pasti lebih suka warna
hitam” Tiba tiba Saskia tertawa pelan.
“Kalem..? Nggak juga loch” Timpalnya dengan wajah bersemu.
“Oya
?? Wow, kalau begitu kamu harus pilih model yang ini ?!” Seruku menyodorkan
lingerie two pieces berwarna merah
menyala. Saskia malah terbahak.
“Loch, kalau mau membahagiakan suami jangan setengah
setengah” Bisikku menggoda. Saskia menutup mulutnya menahan tawa dengan pipi memerah.
“Sebenarnya
aku malu melibatkanmu untuk urusan pribadi bersama suamiku. Tapi….”
“Tenang
saja Saskia, rahasiamu di jamin aman. Tapi, aku nggak nyangka loch. Aku kira kamu dan
Mas Dodo pasangan dengan kehidupan seks yang datar. Tapi ternyata....wow !”
Ujarku menggoda. Saskia kembali tersipu. “Apa sih rahasiamu, bisa tetap awet ?”
“Sederhana
saja Anna, tidak harus berlebihan dalam menjaga ikatan pernikahan kita. Cukup
kenali nature dasar seorang laki laki”
“Maksudmu
?” Timpalku belagak bodoh. Saskia menatapku lembut.
“Hargai
dan hormati suami seperti orang tua kita, tapi manjakan dirinya layaknya anak
balita”
“Ow...itu toh kiat
mu...Hmmm, betul juga ya...boy is still boy !”
“Selama
apapun usia pernikahan itu, kita lah sebagai istri yang harus terus
menyesuaikan diri pada ritme dan irama kehidupan yang diciptakan suami. Laki
laki adalah mahluk egois, untuk itulah perempuan di berikan kekuatan mental
untuk menghadapinya”
“Dan…kamu
tidak keberatan jika ada hal yang berbenturan dengan prinsip dan harga dirimu
?” Pancingku ingin tahu.
“Untuk itulah pentingnya
komunikasi berimbang dalam perkawinan. Tidak dominan dan satu arah. Jika
memang saling cinta, pasti akan saling mendengar dan menghargai” Timpalnya
tersipu sambil pelan pelan memasukan lingerie two pieces itu ke dalam kantong belanjanya. Hmm...
Aku tertegun mendengar ucapan bijak Saskia.
Pikiranku langsung melayang pada Prita. Seandainya masih ada waktu bagi Prita
untuk menyelaraskan irama perkawinannya bersama Dennis. Aku hanya mampu berdoa untuk mereka.
Saskia
dan Prita adalah dua sahabatku dengan latar belakang bak bumi dan langit. Dari
keduanya, aku mendapat banyak pelajaran berharga tentang hubungan dalam
pernikahan. Tentang harga diri dan pentingnya menyelaraskan ritme kehidupan
pernikahan dengan blue print dasar laki laki dan perempuan yang berbeda.
Seperti halnya tangga nada dalam sebuah lagu. Iramanya baru terasa indah, jika
ada nada rendah dan tinggi. Dan Saskia, rela untuk beberapa saat merendahkan
nadanya untuk tetap terciptanya irama kehidupan perkawinan yang terdengar indah
di telinga mereka berdua. Tak sulit tapi perlu perjuangan yang tentunya sangat menguji
mental dan harga diri.
TAMAT