PULANG
Oleh : Ria Jumriati
“Besok ada acara apa Vin ?” Seperti biasa, menjelang weekend pasti ada
pertanyaan basa basi seperti itu. Vinny hanya tersenyum kecil. Biasanya sahabat
sekantor ku itu selalu memiliki agenda yang padat. Tapi sudah 3 kali weekend
dengan pertanyaan yang sama, Vinny pun menjawab dengan jawaban yang sama dan
singkat.
“Pulang”
“Ke Bali ?”
“Bukan”
“Pulang…..hmm…kemana ?” Tanyaku
menyelidik. Vin hanya tersenyum kecil. Sudah 2 minggu ini ia tak seceria biasanya. Lebih banyak termenung dan
selalu menjawab pertanyaan apapun dengan singkat.
“Kenapa
sih Vin, kamu kok kelihatan murung terus ? Ada masalah apa ? Tanyaku penasaran. Sekali lagi Vin hanya tersenyum kecil.
Tak menjawab hanya mendesah pelan.
“Cerita
dong Vin, supaya bebanmu lebih ringan. Aku kan sahabat mu “
“Tentu
Shasi, kamu akan selalu menjadi sahabatku”
“Lalu,
ada apa ? Kenapa kamu kelihatan sedih terus ?” Vin kembali mendesah. Ada awan
resah di mata beningnya.
“Aku
capek”
“Kerja
memang capek, semua orang pasti merasa begitu. Tapi di nikmati saja lah....kamu
kan bisa ambil cuti dan pulang ke Bali” Ujarku dengan senyum menghibur.
“Aku merasa....saatnya harus pulang” Sahutnya sendu.
“Ya
sudah, langsung cuti saja”.
Itu percakapanku dengan Vin, satu minggu lalu. Setelahnya
ia bukan cuti tapi malah mengundurkan diri dari tempat kami bekerja. Vin tetap
tak memberi alasan jelas tentang pengunduran dirinya. Sekali lagi ia hanya
menjawab dengan 2 kata “Pulang” dan “Capek”. Sebagai sahabat aku berusaha
mencari tahu sebab kemurungan Vin dan keputusannya untuk mengundurkan diri. Dan
alasan yang paling masuk akal karena tunangannya Tyo memutuskan hubungan mereka
sepihak, seperti itulah keterangan singkat yang kudapat dari Rosa, teman satu
kost nya. Tapi aku kenal Vin, ia bukan type cewek cengeng dan rapuh. Bahkan
di belakang Tyo, ada beberapa cowok yang siap menerima Vin, atau malah yang
mendoakan hubungannya dengan Tyo kandas. Diantara beberapa itu, Fadly lah yang paling serius menggantikan posisi
Tyo. Begitu mendengar kabar Vin jomblo. Ia pun langsung memburu ku
sebagai mak comblang nya.
“Hai Sashi” Aku tersentak mendengar
suara Tyo saat aku melangkah keluar gedung perkantoran.
“Oh..Hai, Apa kabar ?”
“Baik…Hmm, Kamu tidak lihat Vin ?”
Tanyanya mencari
“Vin ?? Memang kamu tidak tahu, dia
sudah resign seminggu lalu”
“Ohh ! Resign ?? Sekarang kerja
dimana ?”
“Katanya sih di sebuah penerbangan swasta. Memang dia tidak bilang?”
Tyo mendesah panjang sambil menggelang. Matanya
terlihat gusar. Tak ada tanda tanda Tyo memutuskan Vin begitu saja. Ia terlihat
masih sangat mencintai gadis itu.
“Hmm...maaf
Tyo, aku dengar...kalian baru saja putus ? Memang kenapa, bukannya hari
pertunangan kalian tinggal beberapa bulan lagi ?” Tanyaku memberanikan diri.
Tyo kembali mendesah.
“Entah
lah Sas, Vin bertingkah sangat aneh beberapa minggu terakhir ini. Seminggu
lalu, tiba tiba ia meminta hubungan kami di akhiri saja”
“Alasannya
apa ?”
“Katanya
dia mau ‘pulang’, tapi saat aku tanya mau pulang kemana ia hanya menggeleng
sedih”.
Aku terhenyak mendengar kata ‘pulang’ yang terus
di ucapkan Vin. Firasatku mendadak tak enak.
“Tapi..kalian
tidak ada masalah apa apa kan ?”
“Tidak
Vin ! Sumpah, padahal undangan bulan depan sudah mau di cetak. Aku juga bingung
dengan keputusannya” Sanggah Tyo bingung.
“Mungkin...Vin
butuh waktu untuk kembali pada keputusan yang bulat dan tepat. Aku yakin, Dia
pasti akan berubah pikiran” Sahutku menghibur. Tyo hanya tersenyum.
Aku baru saja bersiap siap berangkat ke
tempat kost Vin, ketika pintu kamarku di ketuk seseorang.
“Vin
! “ Mata ceria itu telah kembali. Vin langsung memelukku.
“Hai,
apa kabar ?”
“Baik...jauh
lebih baik !” Ujarnya sumigrah.
“Bagaimana
kantor barumu ? Bos dan teman teman barumu menyenangkan ?”
“Ya,
mereka semua baik. Besok aku malah di ikut sertakan dalam uji coba pesawat
baru. Joy Flight nama, Duh aku senang
sekali ! Apalagi tujuan pertamanya adalah Bali ! Mudah mudahan aku bisa sekedar
berpamitan dengan orang tuaku disana”
“Kok
berpamitan ? Memang setelahnya terbang kemana lagi ?”
“Ya
balik ke Jakarta dong “ Timpalnya dengan tawa. Aku pun menimpali.
“Syukurlah
Vin, aku senang kalau kamu bahagia”
“Tentu
Sashi” Sahutnya sambil memelukku.
“Baik
baik di udara yaa....jangan lirik lirik Pak Pilot, kasian Tyo tuh !”
Vin akhirnya tertawa lepas, seolah baru saja
keluar dari ruang yang pengap. Aku senang melihat keceriaan sahabatku telah
kembali.
“Aku
bukan yang terbaik buat Tyo, dia layak mendapatkan yang lebih”
“Tapi....”
“Akh
sudahlah....” Putusnya cepat “Saat ini
aku ingin menikmati hari ku, aku tidak capek lagi, semua telah terlihat jelas
dan aku makin mengerti bahwa aku memiliki waktu terbaikku” Ujarnya tenang. Aku
mengernyit bingung, berusaha mengartikan kalimatnya yang terluncur tanpa makna
pasti.
“Maksud
mu ?”
“Tidak
ada, aku hanya merasa sangat bahagia”
“Baiklah
Vin, happy flight yaa...kabari aku
kalau sudah sampai”
Ia mengangguk
dan tersenyum sangat manis. Seingatku, ini adalah senyum termanis Vin yang baru
kutemui sejak bersahabat dengannya selama 3 tahun ini. Tiba tiba aku
memeluknya, firasat tak enak itu kembali menyeruak. “Jaga dirimu ya, Vin”
Firasat tak enak itu ternyata
menjadi kenyataan. Pesawat uji coba yang di tumpangi Vin menambrak tebing dan
hancur berkeping hingga tak ada korban yang selamat satupun. Aku terhenyak lalu
menangis tersedu, melihat tayangan berita di TV yang menggambarkan kepingan
pesawat yang tak lagi menyisakan raga bernyawa. Dan tubuh mungil Vin, mungkin tak lagi bisa di kenali.
Aku
pun mengerti, ternyata mungkin Vin telah mendapat sinyal atau portal untuk
pulang menuju tempat terindahnya. Kegelisahannya, bisa jadi transisi antara
raganya yang belum terlalu siap, untuk selaras dengan jiwanya yang memang ingin
pulang. Apapun jalannya, aku yakin Vin telah mendapatkan rumah terindahnya di
surga.
Nun jauh dihamparan bumi di kedalaman
lautan luas. Berhamburan serpihan pesawat dan tubuh manusia. Namun itu hanyalah ragawi bagi semua
penghuni alam Illahi. Hanya sebagai bukti keberadaan mereka yang pernah
menjejaki bumi. Memang ada airmata, jerit kesakitan dan darah yang berhambur
deras. Dan sekali lagi, itu hanyalah kodrati dari takdir rasa yang harus
dijalani sebagai manusia. Namun, satu yang perlu diyakini meski melintasi batas
kewajaran yang berlaku sama di bumi. Mereka…telah dikawal oleh ribuan malaikat
dan bidadari tanpa rasa sakit dan derita yang memilukan. Mereka tak sekedar
menjalani takdir apalagi harus membayar karma sebagai mahluk berlumur dosa. Ada
banyak cara milik Tuhan untuk mengajak setiap mahluknya membuka pintu pintu
surga meski harus melewati serangkaian bencana. Dan cara apapun, dimata dan
bagaimana Dia bekerja tentu harus diyakini tanpa derita menyimbahi. Karena Dia
Maha Pengasih dan Penyayang.
TAMAT
image : edwincrozier.com