Oleh : Ria Jumriati
21 tahun sudah Bunda mengidap penyakit Agoraphobia – Yaitu sejenis penyakit yang dikelompokkan dalam penyakit kejiwaan, dimana seseorang yang mengidapnya kerap mengalami kepanikan dan kegelisahan yang luar biasa bila berada diluar rumah atau melakukan perjalanan dengan menggunakan bis, kereta api atau kendaraan lainnya. Aku terhenyak, ketika Zoya sahabatku yang berprofesi sebagai psikolog menerangkan hal itu. Selama ini Ayah dan keluargaku yang lain tak pernah menjelaskan secara detail apa penyakit Bunda, begitu pula dengan Bunda, entahlah ia seolah pasrah atau telah begitu menyatu dengan dunianya saat ini.“Bunda tidak sakit Nak, hanya tak bisa keluar rumah” begitu selalu penjelasannya setiap aku bertanya mengenai ketidak normalannya itu.
“Tapi aku ingin Bunda keluar rumah, mengantarku ke mall, melihatku diwisuda dan ada disampingku saat aku menikah nanti” Ujarku memelas.
“Bunda sudah lakukan berbagai pengobatan dan tak ada hasilnya, jadi mungkin beginilah yang dikehendaki Tuhan untuk hidup Bunda dan Bunda tetap merasa bahagia” sahutnya pasrah. Aku memeluk tubuhnya erat. Airmataku berlinang deras, seperti biasa ia hanya memeluk seraya menciumi wajahku.
“Selama ini telah begitu banyak moment terpenting dihidupmu yang terlewati tanpa kehadiran Bunda. Namun tetapkanlah dihatimu, doa Bunda senantiasa selalu ada disetiap langkah dan detakan nadimu” Aku semakin tersedu. Ada aliran bening tertahan dimata tuanya. Bunda memang wanita yang kuat. Sebagai perempuan aku bisa merasakan hal-hal terpendam yang ada di batin Bunda namun tak ingin ditampakkannya demi menjaga perasaanku sebagai anak tunggal yang bertakdir seorang ibu seperti dirinya.
“Tapi aku ingin Bunda keluar rumah, mengantarku ke mall, melihatku diwisuda dan ada disampingku saat aku menikah nanti” Ujarku memelas.
“Bunda sudah lakukan berbagai pengobatan dan tak ada hasilnya, jadi mungkin beginilah yang dikehendaki Tuhan untuk hidup Bunda dan Bunda tetap merasa bahagia” sahutnya pasrah. Aku memeluk tubuhnya erat. Airmataku berlinang deras, seperti biasa ia hanya memeluk seraya menciumi wajahku.
“Selama ini telah begitu banyak moment terpenting dihidupmu yang terlewati tanpa kehadiran Bunda. Namun tetapkanlah dihatimu, doa Bunda senantiasa selalu ada disetiap langkah dan detakan nadimu” Aku semakin tersedu. Ada aliran bening tertahan dimata tuanya. Bunda memang wanita yang kuat. Sebagai perempuan aku bisa merasakan hal-hal terpendam yang ada di batin Bunda namun tak ingin ditampakkannya demi menjaga perasaanku sebagai anak tunggal yang bertakdir seorang ibu seperti dirinya.
No comments:
Post a Comment