Friday, May 27, 2011

Penikmat Emansipasi

PENIKMAT EMANSIPASI
Oleh : Ria Jumriati
(Dimuat di Majalah D'sari Edisi April 2011) 





Renata tersenyum memandangi cincin yang melingkari jari manisnya. Masa 3 tahun berpacaran dengan Nugros, akan segera diakhiri dengan pesta pernikahan yang telah di rancang sesuai impiannya. Satu tahapan methamorphosis sebentar lagi akan dilaluinya. Status baru dan istimewa bagi perjalanan hidup setiap perempuan, akan segera disandangnya. Ny Nugros , Akh, elegan sekali nama itu! Hati Renata semakin berbunga setiap harinya. Hingga suara suara sumbang. tak mungkin mampu mengoyak keputusannya. Ia cinta mati dengan pria jangkung itu. Selalu ada segudang maaf untuk segala bukti kelakuan Nugros yang menurut beberapa sahabat dekatnya, tidak setulus cinta Renata. Tapi ia memiliki keyakinan setinggi puncak Himalaya, kelak Nugros pasti berubah.

            "Menikah itu, bukan urusan sebulan dua bulan loh, Ren” Ujar Bella sahabat karibnya disuatu kesempatan.

            “Pasti dong, Makanya aku hanya mau menikah sekali seumur hidupku dengan Nugros” Timpal mantap.

            “Bukan keyakinanmu yang aku takutkan, tapi ke naifan mu menilai Nugros. Ia tahu betul memanfaatkan kelemahanmu. Cinta memang buta Ren, tapi tolong, biarkan logikamu tetap terbuka dan melihat laki laki seperti apa Nugros itu"

            “Aku sudah hapal semua sifat baik dan buruknya. Tenanglah Bel, tidak akan terjadi hal buruk pada hubungan kami”

“Pikirkan sekali lagi Ren, Nugros itu telah memiliki semua kartu trufmu dan sangat menikmati kelemahanmu"

            "Aku sangat mengenalnya Bel, dia memang seperti memanfaatkanku. Tapi aku suka semua itu! Malah aku merasa terdidik lebih mandiri” Sanggahnya bersemangat “Justru laki laki seperti Nugros lah yang aku dambakan selama ini, demokratis dan anti cemburu. Nugros memang terlalu kekanak kanakan. Pasti kebersamaan kami sebagai suami istri nanti, akan membuatnya lebih dewasa”

            "Aku hanya ingin yang terbaik untukmu, Ren. Tak ada maksud apapun, kecuali kebahagiaan untukmu. Jika Nugros tidak bisa berubah selama ini, apa yang akan kau harapkan nanti? Mengharap laki laki berubah setelah menikah, rasanya terlalu mustahil. Kebanyakan, malah sifat aslinya keluar semua saat sudah berumah tangga"

            "Tenanglah Bel, aku yakin bisa merubahnya!"

            "Kenapa tidak kau lakukan sekarang, mumpung masih pacaran. Kalau tidak ada itikad baiknya untuk berubah. Tanya kan hati kecilmu Ren, cukup sanggupkah harga dirimu terus di permainkan dan dimanfaatkan olehnya?"

            "Tapi Nugros tidak pernah selingkuh Bel, dia bahkan terlalu setia. Kalau cuma masalah pantas atau tidak pantas aku melakukan semua hal yang di inginkan Nugros. Bukankah itu konsekwensi logis dari emansipasi yang kita tuntut?"

            "Ada batasan emansipasi Ren, yang terjadi di hubunganmu dengan Nugros bukan lagi emansipasi. Tapi perbudakan!" Seloroh Bella pedas setengah putus asa menyadarkan karib sekaligus saudara sepupunya.

Renata hanya terdiam. Itu pembicaraan satu bulan lalu saat ia mengabarkan berita pertunangannya pada Bella. Meski Nugros belum terlalu siap, tapi akhirnya lumer juga ketika Renata memaksa. Sejak awal, Renatalah yang paling agresif. Ia bahkan yang mulai menyatakan cintanya pada Nugros, memberi perhatian dan memburu Nugros bak Irfan Bachdim.  Renata begitu memuja Nugros yang sering memanfaatkan cinta mati Renata di luar batas, dan tak pernah di sadarinya. Emansipasi memang terimplementasi sempurna dihubungan mereka, namun selalu menempatkan Renata pada posisi yang tak seharusnya. Misalnya, Renata lah yang harus menjemput Nugros saat pulang kantor, setiap sore ia harus menyewa joki dan berjuang menerobos macet jalur 3 in 1. Konon, rumah yang mereka beli bersama, ternyata lebih banyak uang Renata yang keluar, sementara Nugros hanya mau merenovasi pagar rumah. Untuk urusan sepele pun, jika jam tangannya rusak atau handphone terblokir Renatalah yang diserahkan Nugros untuk mengurusnya. Bill di restaurant, bayar bensin bahkan parkir yang hanya lima ribu rupiah, semua terogoh dari kocek Renata!.  Dan gadis itu tetap bahagia melakukannya. Nugros terlanjur dipilih hatinya atau telah meracuni hatinya? Hanya Renata lah yang bisa merasakan perbedaan itu. Tapi satu kelebihan Nugros di mata Renata, yang luar biasa menurutnya. Laki laki itu setia, anti mendua dan memberinya kebebasan bergaul dan berkarir setinggi yang ia mampu.

            Dan pernikahan pun terjadi. Seperti biasa, desas desus masih terjadi. Biaya pernikahan model apapun tak ada yang murah di zaman ini, dan semua biaya ternyata 80% nya terogoh dari tabungan Renata dan keluarganya, termasuk sumbangan dari keluarga Bella. Bahkan demi meredam gunjingan keluarga. Renata rela berbohong kalau uang tabungannya adalah pemberian Nugros. Tapi Renata terlihat sangat berbahagia di pesta pernikahannya. Ia sangat yakin dengan keputusannya dan berangkat atas nama cinta yang tulus. Namun, pernikahan adalah penyatuan dua ketulusan cinta dari dua prinsip anak manusia yang telah terbentuk begitu sempurna. Akan begitu banyak pertentangan dan pengorbanan jika satu pihak tak ingin prinsipnya yang telah begitu sempurna digoyah oleh pasangannya. Meski keyakinan sering berpihak pada kebaikan. Sangat perlu membuat analisa batin, bagi prilaku mendalam tentang siapa dan akan seperti apa pendamping kita kini dan nanti. Untuk itu, sangat perlu menempatkan logika yang selalu bekerja sesuai realita.

            Hampir satu tahun Renata menyandang statusnya sebagai Nyonya Nugros.  Ia masih bekerja dan bebas bergaul dengan sahabatnya dari kalangan manapun. Nugros pun tetap menjalani perannya sebagai suami yang baik, dan sejauh ini telah memenuhi harapan Renata.  Tak ada satu pun kegiatan Renata yang di larangnya. Bahkan Nyonya Nugros itu, terlihat lebih bebas setelah menikah. Konsekwensi logis pun terjadi, karir Renata mengalami lompatan drastis. Tahun ini, ia mendapat promosi sebagai Marketing Manager di perusahaannya bekerja.

            "Selamat Ren, aku bangga sekali dengan pencapaianmu " Ucap Saskia sambil memeluknya. Disusul Bella yang memberi ucapan serupa.

            "Pasti Nugros bangga sekali punya istri dengan karir cemerlang" Tambah Bella. Renata hanya tersenyum simpul.

            "Oya, katamu Nugros juga mau ambil S2? Jadi?" Tanya Saskia kemudian. Renata hanya menggeleng pelan sambil meneguk cappucinonya.

            "Ow, kenapa?" Tanya Bella penasaran. Ia yang sedari kecil akrab dengan Renata, langsung mencium gelagat kurang baik.

            "Menurutnya tidak lagi terlalu penting, toh penghasilanku dengan jabatan baru ini sudah sangat lumayan untuk menopang hidup keluarga kami"

            "Hah? tidak penting? Dia bilang begitu?" Bellah hanya menggeleng dengan senyum, sementara Saskia hanya menatap wajah Renata dengan kernyitan bingung.

            "Biarlah, yang penting dia setia dan tidak pecemburu, mendukung karirku dan memberiku kebebasan hingga aku bisa meraih apa yang aku inginkan” Tutup Renata membela suaminya. Kedua sahabatnya pun tak lagi berani berkomentar. Meski banyak hal yang ingin dimuntahkan Bella. Tapi ia sadar dan harus menghargai keputusan Renata. Jika Ia bisa sangat berbahagia dengan hal itu, apalagi yang harus dipermasalahkan.



            Dan Renata pun semakin sibuk menjalani karir barunya, kehidupan rumah tangganya berjalan seperti biasa. Tak ada lonjakan atau isu miring yang menerpa apalagi kehadiran orang ketiga. Renata bebas keluar kota mempromosikan produk produk di bawah tanggung jawabnya. Membuat proposal bisnis untuk menjalin kerjasama dengan berbagai pihak. Dalam waktu singkat, Renata sangat berhasil sebagai Marketing Manager yang memiliki performance mendekati sempurna. Penghasilannya pun bertambah, fasilitas meningkat dan ia mulai dilirik banyak kompetitor dan jasa head hunter. Profilenya sering tampil di majalah dan Koran sebagai wanita muda yang sukses. Sementara Nugros, tetap santai dan adem ayem, namun tetap mendukung karir istrinya. Tak ada gunjingan secuil pun terlebih ketika Renata melakukan perjalanan keluar kota, bahkan luar negeri hingga berminggu minggu.  Sampai suatu ketika Nugros tak lagi melakukan aktivitas kerjanya seperti biasa. Ia hanya keluar rumah untuk bersantai di café, main bowling, nge-gym dan futsal. Setiba di rumah, dilanjutkan dengan bermalasan sambil bermain game online atau nonton dvd. Tak jarang, kelelahan Renata di sambut dengan dentuman suara game yang sangat menguji kesabaran Renata sebagai istri yang terlalu memuja suami.

             "Kenapa tidak masuk kantor lagi ?" Tanya Renata suatu pagi, saat Nugros tak juga beranjak dari tempat tidur dan  terus saja asyik dengan iPadnya.

            "Aku nggak kerja lagi" Ujarnya santai. Renata tersentak tak percaya, Dihampirinya suaminya sambil merampas benda ditangannya.

            "Kenapa Mas? Apa pantas aku kerja keras sementara kamu bermalas malasan dirumah? Apa nggak malu sama tetangga terlebih keluarga kita ?"

            "Aku sudah dipecat ! Mau di apakan lagi ?!  Jawab Nugros seenaknya.

            "Hah ? Kok bisa ? Apa masalahnya ? Tanya Renata kaget

            “Ah ! sudahlah gak usah banyak tanya !”

            “Cari kerjaan lagi dong, Mas !”

            "Malas lah! Semua udah terpenuhi, ngapain lagi aku kerja" Bentaknya keras lalu beranjak meninggalkan Renata yang langsung merasakan sakit luar biasa. Rasa sakit yang tak pernah ia rasakan sejak kebersamaannya bersama Nugros. Renata pun menangis. Ada sesal yang terlalu lambat dikenali benaknya.

            Dan waktu pun tetap berjalan seperti biasa, 24 jam waktu yang tersedia bagi Renata dan Nugros, tapi mereka menjalaninya dengan aktivitas bak bumi dan langit. Renata berusaha menenggelamkan kesedihan dan kekecewaannya dengan berbagai kesibukan di kantor. Sementara Nugros, semakin asyik menikmati kemenangan emansipasi yang tanpa sadar dituntut Renata terlalu tinggi. Kadang ego dan harga dirinya juga terusik oleh semakin tajam dan runcingnya karir Renata, tapi ia berusaha menumpulkan semua itu. Toh, Nugros tidak sendiri. Trend dan zaman semakin mendukung keputusannya untuk tidak buru buru mencari pekerjaan baru dan menjadi benalu bagi semua penghasilan dan fasilitas yang dimiliki istrinya. Perlahan, Nugros pun menemui komunitasnya di kubangan species sejenis di salah satu café langganan yang sama. Species Yos – Wajahnya terlalu standar untuk dipuja kaum hawa dan pengangguran berat. Tapi nyatanya ia malah mendapat modal seratus persen dari istrinya untuk menjalankan usaha warnet. Dan tak pernah serius dikelolanya. Lalu Andhika, berwajah ganteng bak peragawan catwalk kelas dunia. Hidup mewah bergelimang harta warisan mertua dan istrinya. Sering selingkuh dan pemabuk berat, tapi selalu mendapat pengampunan bersyarat dari istrinya, meski kadang syarat itu hanya sebuah isyarat yang tak berat berat amat untuk dilanggar. Dan Nugros tentunya. Komunitas penikmat emansipasi ini, selalu menggemakan tawa bebas penuh arti. Mungkin tawa itu bermakna terima kasih pada perjuangan Ibu Kartini !

            Tak seperti biasa, Renata tampak tak bersemangat saat berkumpul bersama sahabatnya. Dan selalu Bella yang pertama kali merasakan hal itu.

            ”Kenapa Ren, kamu sakit? Atau lagi sedih? Cerita dong” Bujuknya pelan. Renata hanya menggeleng pelan sambil mengaduk aduk minumannya.

            ”Ayolah Ren, jangan sedih sendirian. Mungkin ada yang bisa kita bantu” Timpal Saskia sambil menyentuh lengannya.

            ”Suamiku di pecat dari kantornya ” Ujarnya terisak. Bella dan Saskia saling memandang dengan tatapan bingung.

            ”Emm..dia kan cukup berpengalaman. Pasti gampang dapat kerjaan baru” Ujar Saskia menghibur.

            ”Masalahnya....dia tidak mau kerja lagi”

            ”Apa ??! Alasannya apa Ren, kok sampai tidak mau kerja lagi ?” Bella mulai terusik.

            ”Katanya, penghasilanku sudah cukup untuk menopang kehidupan keluarga kami, jadi dia mau menikmati hidup saja sekarang ini”

            ”What ?? Menikmati hidup ?!  Mata Bella melotot tak percaya.

            ”Walah, enak banget tuh cowok! Kok ya bisa bisa nya berkata begitu !” Seloroh Saskia spontan tapi langsung minta maaf pada Renata.

            ”Nggak apa apa Sas. Nugros memang makin keterlaluan” Timpalnya pelan. Sementara Bella hanya menarik nafas panjang

            ”Lalu apa yang akan kamu lakukan Ren ?”

            ”Mau di apakan lagi? Terima nasib saja lah”

            “Aku yakin kamu bisa merubahnya “ Bella meyakinkan.

            “Sepertinya susah. Benar katamu dulu, laki laki ketika sudah menikah semakin terlihat semua watak aslinya. Dan dulu aku terlalu naif untuk bisa merubahnya. Maaf kan aku ya Bel. Seandainya waktu bisa undo..”

Saskia dan Bella hanya saling menatap dengan wajah iba. Apa yang menimpa Renata, tentu menjadi pelajaran tersendiri bagi mereka untuk lebih berhati hati, agar tak terjebak pada species penikmat emansipasi belaka. Mereka tahu pasti, Renata tak mungkin mengambil langkah untuk bercerai, ia terlalu mencintai Nugros. Apapun perlakuan dan keputusan Nugros selalu dianggapnya sebagai pengorbanan cinta. Lagi pula tak ada alasan kuat untuk menempatkan Nugros sebagai terdakwa, hanya karena ia di PHK dan malas bekerja. Sedang untuk nafkah, sayangnya Renata terlanjur berikrar di awal. Ia hanya butuh cinta dan bukan harta. Dan inilah yang menjadi awal Nugros memanfaatkan segalanya.

Setiap takdir memiliki “blue print” dasar. Untuk nasib tertentu, terkadang mendapat dispensasi perubahan dari Sang Pencipta. Tapi anak manusia, terlalu asyik berkreasi hingga lupa pada pola dasar yang seharusnya. Perempuan tercipta dari tulang rusuk pria, berdekatan dengan tangannya agar bekerja sama, bersisian hati agar saling mencintai. Bersebalahan dengan tubuhnya untuk saling menopang kala suka dan duka. Emansipasi memang harus terjadi. Sebuah godaan terbalut tantangan agar tetap berpedoman pada blue print dasar yang telah ditetapkan sang pencipta. Intinya hanya keseimbangan. Kebahagiaan hidup hakiki adalah ketika keseimbangan dan keselarasan berdetak senada seirama.



TAMAT


source : www.m.dsarimagz.com/D'SARI%2027/27-11-cerpen.htm


Monday, May 09, 2011

Happy Mother's Day - I'm Proud Being A Paranoid Mother !


Tanggal 8 May merupakan Moment bagi seluruh Ibu di dunia merayakan berkah dan anugerah menjadi Ibu. Hari ini memang patut untuk sekedar di rayakan dengan rasa syukur dan sukacita antara kita para wanita dengan karunia yang sama. Jalan apapun yang membentuk kita menjadi Ibu, Apapun proses yang telah terlewati hingga takdir menjadikan kita Ibu seorang anak. Karunia Tuhan akan sama derasnya mengalir bagi mereka yang merelakan raga, hati, sanubari, nurani dan seluruh hidup untuk berkolaborasi denganNYA tuk bertaut doa bagi buah hati tercinta yang dititipkan Tuhan yang tak sekedar di pelihara tapi dijaga dengan penuh kasih dan cinta yang konon tercipta langsung dari Surga. Bukan sekedar kiasan ayat, atau kata mutiara semata bahwa satu satunya pekerjaan paling mulia yang gema doanya bisa menembus kesakralan langit ke tujuh, hanyalah suara seorang Ibu. Tak berlebihan, jika hal termulia  di dunia dan kerjaaan akhirat yaitu Surga, berada di bawah telapak kaki Ibu.
 
Selalu ada cerita tentang indahnya kasih Ibu, dimana mukjizat selalu menyertainya. Bahkan kemustahilan sebagai manusia biasa, terkadang bisa dilakukan seorang Ibu lewat spontanitasnya dalam berdoa bagi buah hati tercinta. Selalu ada energi diluar kendali diri yang tiba tiba berbuncah ketika seorang Ibu mendengar anaknya celaka. Sikap melindungi yang terlalu berlebih dari seorang Ibu, bisa jadi menganggu sebagian orang. Namun pada nurani Ibulah, suara hati Tuhan bisa dengan jernih terdengar. Hingga, duga dan rasa nya sering kali benar adanya . "I'm a Paranoid Mother", Itu adalah julukan yang datang dari beberapa guru anak saya. Dan saya bangga mendapat julukan itu, dan merasa kasihan pada siapapun terlebih seorang pendidik, yang menyepelekan nurani seorang Ibu, hingga hanya mengecek keberadaan anak remaja saya di sekolah, adalah kegiatan yang  mengganggu mereka. Mungkin perlu kurikulum  baru untuk para pendidik, agar lebih memahami tentang kedalaman sanubari seorang Ibu. Bagi pendidik yang ber nurani dangkal, perlu ber puluh puluh kurikulum untuk memahaminya atau mungkin tidak akan  pernah di pahaminya sampai kapanpun. Semoga, tak lagi saya temui pendidik dengan nurani seperti ini di kemudian hari.


Dan saya tetap menjalani berkah ini sesuai apa yang diamanatkan takdir,  untuk senantiasa memahami dan selalu berdamai dengan transformasi emosi yang terus terjadi bahkan hormon, gaya hidup dan jati diri sebagai wanita, ketika seorang anak terus bertumbuh dan  selalu ada tuntutan berbeda yang meminta tubuh dan jiwa kita untuk senantiasa berlaku luwes agar lebih memahami sang buah hati tercinta. Hingga, saat sayap mereka telah lengkap sempurna dan terbang jauh dari kehidupan kita, tetap ada temali kasih untuk menarik mereka selalu kembali dalam sangkar pelukan kita sebagai Ibu, yang kehangatan dan cahayanya tak akan pernah bisa di temui dimanapun. Itulah yang dilakukan Ibu saya….Ibundah H. Marwiyah. Sejauh apapun saya melangkah, jiwanya terus terbawa di pikiran dan benak saya untuk selalu kembali ke pelukannya. Semoga, temali kasih itu juga telah terajut di sayap cita kedua buah hati saya….. 

Selamat Hari Ibu !


"I Saved My Son's Life by Being A Paranoid Mother - Rachel Johnson"

Sunday, May 08, 2011

Sayap Malaikat Rhaya

Sayap Malaikat Rhaya
Oleh : Ria Jumriati


Menjelang pertengahan tahun, terus saja di hiasi rintik air hujan dan taburan mega dicakrawala pekat. Namun Rhaya melihat bidadari tengah meronce buliran air hujan dan merangkainya menjadi juntaian permata berwarna pelangi. Rhaya tersenyum, ia melihat mata Tuhan tersenyum padanya. Ia melihat wajah malaikat bersinar menyilaukan mata beningnya. Rhaya pun tersenyum. Ia melihat burung burung surga terbang mengiringi pesawat yang ditumpanginya. Dan ia melihat senyum bidadari itu di salah satu pramugari yang tadi menggendongnya sejenak. Rhaya belum mengerti bahasa manusia. Dipunggungnya masih melekat lembutnya sayap malaikat. Satu satunya manusia yang bisa mengerti segala keinginannya, hanyalah Ibunya. Ia adalah perempuan, dimana Rhaya bisa melihat keindahan surga lewat nyanyian nina boboknya.


“Mau bobok sayangku….” Mata surga itu menatap wajah bening Rhaya dengan lembut. Satu helai sayapnya meliuk jatuh perlahan ke bumi. Rhaya tertidur dalam nyanyian berkidung kedamaian. Disana, seperti biasa Rhaya bermain bersama para malaikat kecil penghuni kerajaan Illahi. Hanya terdengar tawa dan canda kebahagiaan. Namun tak lama ia pun terbangun. Guncangan demi guncangan membuat perjalanan dalam pesawat itu kerap membuatnya kehilangan teman teman kecilnya. Mereka terbang saat mata Rhaya terbuka menyibak jendela dunia. Namun dalam perjalanan kali ini, Rhaya diiringi puluhan burung burung surgawi dan…..bidadari itu, terus saja merajut dan meronce buliran hujan menjadi rangkaian permata terindah yang pernah dilihatnya. Rhaya ingin meraihnya sehelai. Ia ingin mengalungkannya di leher perempuan pemilik ruang penuh kehangatan, dimana ia pernah bersemayam selama 9 bulan disana.


“Kamu pipis lagi ya…” Ujarnya dengan senyum lembut.

“Mama, aku ingin membawamu melihat surga”  Ujar Rhaya. Tapi bahasa Rhaya tak pernah bisa dimengerti secara harpiah olehnya. Yang terdengar hanya celotehan lucu yang membuatnya semakin gemas. Ia pun menciumi pipi gembil Rhaya.

“Makan dulu ya sayang, sebentar lagi kita akan ketemu Oma dan Opa”

Ia pun menyuapi mulut kecil itu dengan sepotong biscuit yang dicampur susu. Seorang pramugari lewat di sampingnya. Rhaya kembali melihat senyum bidadari itu di matanya.

            “Hallo sayang…sudah bangun ya ?” Sapanya ramah. Rhaya tersenyum girang. Ia pun mencubit pelan pipi gembilnya.

            “Ada banyak malaikat menunggu senyum manis mu disana”

            “Aih..lucu sekali” Ujarnya saat mendengar celoteh Rhaya “Berapa usianya, Bu ?”  Tanyanya sambil membelai rambut keritingnya.

            “Bulan depan genap setahun” Terang Ibunya. Pramugari cantik itu pun mengangguk sambil berlalu dan menebar senyum ramahnya kepada penumpang lain.  

           

            Detik dan menit saling berkejaran menuju dentang takdir. Cuaca semakin tak bersahabat. Ada kegelisahan yang sama dirasakan para penumpang dipesawat itu. Semantara Rhaya kembali tertidur dan menemui teman teman kecilnya yang semakin riang menyambutnya di ujung gerbang penuh sinar. Ia merasakan sayap sayapnya perlahan berguguran. Melayang diudara…kadang hinggap di batang cemara, hingga jatuh menyentuh bumi. Rhaya menggeliat membuka mata kecilnya. Mengapa didalam pesawat ini begitu banyak malaikat berbaju putih. Masing masing menghantar sinar tersendiri ditangan mereka. Semua menebar senyum pada mata Rhaya.

            “Mari Nak…..” Salah satu malaikat itu meraih jemari mungilnya. Ia seolah menari diatas gemerlap cahayanya. Rhaya merasakan kedamaian yang luar biasa, kehangatan yang sama dirasakannya saat ia bersemayam dialam rahim.

            “Mama…” Rhaya menatap mata Ibunya yang terlihat gelisah. Kali ini ia sama sekali tak menggubris celoteh lucunya. Ia terus saja mendekap tubuh Rhaya erat.

            “Mama, aku baru saja diberi rajutan permata ini oleh Bidadari itu”

            “Apa ? Pesawat ini akan jatuh !” Jeritnya dengan tangis ketakutan.

            “Tenang Bu, kita berdoa saja semoga tidak terjadi apa apa ?” Ujar salah satu awak mencoba menenangkan.

            “Tapi ?! Goncangannya semakin keras…tolooooong” Jerit perempuan tua di kursi belakang. Ia terus saja menangis ketakutan dipundak suaminya. Para penumpang serempak menampakkan wajah ketakutan. Menangis, berpelukan dan berlarian kesana kemari. Begitu juga para pramugari dan awak pesawat sibuk menenangkan semua kepanikan yang ada. Namun tak urung wajah mereka pun diliputi kecemasan yang sama. Sementara badan pesawat semakin terasa menukik kebawah. Kegaduhan kian terasa, semua berteriak dan menangis. Tapi dimata Rhaya…Ia hanya melihat para malaikat yang jumlahnya kian bertambah. Menebar kristal kristal cahaya pada setiap orang  yang ada didalam pesawat itu. Salah satu malaikat itu menghampirinya. Tersenyum dan mengajaknya terbang bersama anak anak kecil lainnya. Suasana dimata Rhaya sangatlah indah. Lalu para burung dan bidadari itu yang sedari tadi mengawal perjalanan mereka. Kian menebar senyum kebahagiaan. Rintik hujan telah berhenti dan berganti pelangi, Rhaya bergelayut riang di juntai warna pelangi itu bersama teman teman kecilnya. Penuh celoteh riang. Suara dentuman pun terdengar. Ada kilat api dan asap hitam yang disusul dengan hamburan serpihan badan pesawat. Rhaya melihat roh Ibunya melayang terbang menuju kearahnya, disertai beberapa malaikat dengan sinar yang terus mengawal perjalanannya.



            Awan membelah sempurna menampakkan pemandangan indah dan bersimbah kedamaian. Rhaya memetik salah satu bintang yang biasa ia lihat di alam mimpinya. Bersama teman teman kecilnya, ia kini menjadi penghuni salah satu tempat ternyaman di kerajaan Illahi. Rhaya dan bersama roh roh lainnya kini tertawa bahagia tanpa sedikit pun rasa sakit apalagi derita menyerta. 



            Nun jauh dihamparan bumi di kedalaman lautan luas. Berhamburan serpihan pesawat dan tubuh manusia. Namun itu hanyalah ragawi bagi semua penghuni alam Illahi. Hanya sebagai bukti keberadaan mereka yang pernah menjejaki bumi. Memang ada airmata, jerit kesakitan dan darah yang berhambur deras. Dan sekali lagi, itu hanyalah kodrati dari takdir rasa yang harus dijalani sebagai manusia. Namun, satu yang perlu diyakini meski melintasi batas kewajaran yang berlaku sama di bumi. Mereka…telah dikawal oleh ribuan malaikat dan bidadari tanpa rasa sakit dan derita yang memilukan. Mereka tak sekedar menjalani takdir apalagi harus membayar karma sebagai mahluk berlumur dosa. Ada banyak cara milik Tuhan untuk mengajak setiap mahluknya membuka pintu pintu surga meski harus melewati serangkaian bencana. Dan cara apapun, dimata dan bagaimana Dia bekerja tentu harus diyakini tanpa derita menyimbahi. Karena Dia Maha Pengasih dan Penyayang.



            Hingga pada suatu hari….seorang anak kecil berlarian ditepi pantai. Ia pun masih memiliki sayap malaikat itu. Dengan riang ia berlari mengejar anak anak ombak yang bergantian menjilati kaki mungilnya. Di dekatnya berdiri Ibunya yang terus mengawal langkahnya. Tiba tiba, mata kecil itu menangkap sehelai sayap malaikat yang sama dimilikinya. Ia pun memungutnya dan tersenyum…..ada pesan melambai pada helainya. Ia membacanya dengan tersenyum.  Pesan itu berbunyi :

           



“Aku bernama Rhaya…bersama teman teman kecilku

Kini aku bersemayam dalam damai  pelukan Ibu dan Tuhanku

Terbangkan pesan ini untuk Oma dan Opa ku…

Keringkan lah air mata dan bernyanyilah lagu riang untukku

Karena aku....

Selalu berbahagia dalam damai dan kasih Tuhanku”

           



TAMAT



"Untuk Bayi dan Balita di Pesawat MA60 - R.I.P