Sunday, May 08, 2011

Sayap Malaikat Rhaya

Sayap Malaikat Rhaya
Oleh : Ria Jumriati


Menjelang pertengahan tahun, terus saja di hiasi rintik air hujan dan taburan mega dicakrawala pekat. Namun Rhaya melihat bidadari tengah meronce buliran air hujan dan merangkainya menjadi juntaian permata berwarna pelangi. Rhaya tersenyum, ia melihat mata Tuhan tersenyum padanya. Ia melihat wajah malaikat bersinar menyilaukan mata beningnya. Rhaya pun tersenyum. Ia melihat burung burung surga terbang mengiringi pesawat yang ditumpanginya. Dan ia melihat senyum bidadari itu di salah satu pramugari yang tadi menggendongnya sejenak. Rhaya belum mengerti bahasa manusia. Dipunggungnya masih melekat lembutnya sayap malaikat. Satu satunya manusia yang bisa mengerti segala keinginannya, hanyalah Ibunya. Ia adalah perempuan, dimana Rhaya bisa melihat keindahan surga lewat nyanyian nina boboknya.


“Mau bobok sayangku….” Mata surga itu menatap wajah bening Rhaya dengan lembut. Satu helai sayapnya meliuk jatuh perlahan ke bumi. Rhaya tertidur dalam nyanyian berkidung kedamaian. Disana, seperti biasa Rhaya bermain bersama para malaikat kecil penghuni kerajaan Illahi. Hanya terdengar tawa dan canda kebahagiaan. Namun tak lama ia pun terbangun. Guncangan demi guncangan membuat perjalanan dalam pesawat itu kerap membuatnya kehilangan teman teman kecilnya. Mereka terbang saat mata Rhaya terbuka menyibak jendela dunia. Namun dalam perjalanan kali ini, Rhaya diiringi puluhan burung burung surgawi dan…..bidadari itu, terus saja merajut dan meronce buliran hujan menjadi rangkaian permata terindah yang pernah dilihatnya. Rhaya ingin meraihnya sehelai. Ia ingin mengalungkannya di leher perempuan pemilik ruang penuh kehangatan, dimana ia pernah bersemayam selama 9 bulan disana.


“Kamu pipis lagi ya…” Ujarnya dengan senyum lembut.

“Mama, aku ingin membawamu melihat surga”  Ujar Rhaya. Tapi bahasa Rhaya tak pernah bisa dimengerti secara harpiah olehnya. Yang terdengar hanya celotehan lucu yang membuatnya semakin gemas. Ia pun menciumi pipi gembil Rhaya.

“Makan dulu ya sayang, sebentar lagi kita akan ketemu Oma dan Opa”

Ia pun menyuapi mulut kecil itu dengan sepotong biscuit yang dicampur susu. Seorang pramugari lewat di sampingnya. Rhaya kembali melihat senyum bidadari itu di matanya.

            “Hallo sayang…sudah bangun ya ?” Sapanya ramah. Rhaya tersenyum girang. Ia pun mencubit pelan pipi gembilnya.

            “Ada banyak malaikat menunggu senyum manis mu disana”

            “Aih..lucu sekali” Ujarnya saat mendengar celoteh Rhaya “Berapa usianya, Bu ?”  Tanyanya sambil membelai rambut keritingnya.

            “Bulan depan genap setahun” Terang Ibunya. Pramugari cantik itu pun mengangguk sambil berlalu dan menebar senyum ramahnya kepada penumpang lain.  

           

            Detik dan menit saling berkejaran menuju dentang takdir. Cuaca semakin tak bersahabat. Ada kegelisahan yang sama dirasakan para penumpang dipesawat itu. Semantara Rhaya kembali tertidur dan menemui teman teman kecilnya yang semakin riang menyambutnya di ujung gerbang penuh sinar. Ia merasakan sayap sayapnya perlahan berguguran. Melayang diudara…kadang hinggap di batang cemara, hingga jatuh menyentuh bumi. Rhaya menggeliat membuka mata kecilnya. Mengapa didalam pesawat ini begitu banyak malaikat berbaju putih. Masing masing menghantar sinar tersendiri ditangan mereka. Semua menebar senyum pada mata Rhaya.

            “Mari Nak…..” Salah satu malaikat itu meraih jemari mungilnya. Ia seolah menari diatas gemerlap cahayanya. Rhaya merasakan kedamaian yang luar biasa, kehangatan yang sama dirasakannya saat ia bersemayam dialam rahim.

            “Mama…” Rhaya menatap mata Ibunya yang terlihat gelisah. Kali ini ia sama sekali tak menggubris celoteh lucunya. Ia terus saja mendekap tubuh Rhaya erat.

            “Mama, aku baru saja diberi rajutan permata ini oleh Bidadari itu”

            “Apa ? Pesawat ini akan jatuh !” Jeritnya dengan tangis ketakutan.

            “Tenang Bu, kita berdoa saja semoga tidak terjadi apa apa ?” Ujar salah satu awak mencoba menenangkan.

            “Tapi ?! Goncangannya semakin keras…tolooooong” Jerit perempuan tua di kursi belakang. Ia terus saja menangis ketakutan dipundak suaminya. Para penumpang serempak menampakkan wajah ketakutan. Menangis, berpelukan dan berlarian kesana kemari. Begitu juga para pramugari dan awak pesawat sibuk menenangkan semua kepanikan yang ada. Namun tak urung wajah mereka pun diliputi kecemasan yang sama. Sementara badan pesawat semakin terasa menukik kebawah. Kegaduhan kian terasa, semua berteriak dan menangis. Tapi dimata Rhaya…Ia hanya melihat para malaikat yang jumlahnya kian bertambah. Menebar kristal kristal cahaya pada setiap orang  yang ada didalam pesawat itu. Salah satu malaikat itu menghampirinya. Tersenyum dan mengajaknya terbang bersama anak anak kecil lainnya. Suasana dimata Rhaya sangatlah indah. Lalu para burung dan bidadari itu yang sedari tadi mengawal perjalanan mereka. Kian menebar senyum kebahagiaan. Rintik hujan telah berhenti dan berganti pelangi, Rhaya bergelayut riang di juntai warna pelangi itu bersama teman teman kecilnya. Penuh celoteh riang. Suara dentuman pun terdengar. Ada kilat api dan asap hitam yang disusul dengan hamburan serpihan badan pesawat. Rhaya melihat roh Ibunya melayang terbang menuju kearahnya, disertai beberapa malaikat dengan sinar yang terus mengawal perjalanannya.



            Awan membelah sempurna menampakkan pemandangan indah dan bersimbah kedamaian. Rhaya memetik salah satu bintang yang biasa ia lihat di alam mimpinya. Bersama teman teman kecilnya, ia kini menjadi penghuni salah satu tempat ternyaman di kerajaan Illahi. Rhaya dan bersama roh roh lainnya kini tertawa bahagia tanpa sedikit pun rasa sakit apalagi derita menyerta. 



            Nun jauh dihamparan bumi di kedalaman lautan luas. Berhamburan serpihan pesawat dan tubuh manusia. Namun itu hanyalah ragawi bagi semua penghuni alam Illahi. Hanya sebagai bukti keberadaan mereka yang pernah menjejaki bumi. Memang ada airmata, jerit kesakitan dan darah yang berhambur deras. Dan sekali lagi, itu hanyalah kodrati dari takdir rasa yang harus dijalani sebagai manusia. Namun, satu yang perlu diyakini meski melintasi batas kewajaran yang berlaku sama di bumi. Mereka…telah dikawal oleh ribuan malaikat dan bidadari tanpa rasa sakit dan derita yang memilukan. Mereka tak sekedar menjalani takdir apalagi harus membayar karma sebagai mahluk berlumur dosa. Ada banyak cara milik Tuhan untuk mengajak setiap mahluknya membuka pintu pintu surga meski harus melewati serangkaian bencana. Dan cara apapun, dimata dan bagaimana Dia bekerja tentu harus diyakini tanpa derita menyimbahi. Karena Dia Maha Pengasih dan Penyayang.



            Hingga pada suatu hari….seorang anak kecil berlarian ditepi pantai. Ia pun masih memiliki sayap malaikat itu. Dengan riang ia berlari mengejar anak anak ombak yang bergantian menjilati kaki mungilnya. Di dekatnya berdiri Ibunya yang terus mengawal langkahnya. Tiba tiba, mata kecil itu menangkap sehelai sayap malaikat yang sama dimilikinya. Ia pun memungutnya dan tersenyum…..ada pesan melambai pada helainya. Ia membacanya dengan tersenyum.  Pesan itu berbunyi :

           



“Aku bernama Rhaya…bersama teman teman kecilku

Kini aku bersemayam dalam damai  pelukan Ibu dan Tuhanku

Terbangkan pesan ini untuk Oma dan Opa ku…

Keringkan lah air mata dan bernyanyilah lagu riang untukku

Karena aku....

Selalu berbahagia dalam damai dan kasih Tuhanku”

           



TAMAT



"Untuk Bayi dan Balita di Pesawat MA60 - R.I.P

No comments: