Friday, February 17, 2006

Bulan Sepenggal Kilau



Oleh : Ria Jumriati



Aku tergolek resah di pembaringanku. Sejak kehadiran Hilman, seluruh angan dan mimpiku hanya terhias gambaran wajah dan senyumnya. Secara sadar dan perlahan aku pun telah menargetkan serentetan rencana buat sebuah masa depan yang menurut banyak orang adalah aneh dan gila. Yach, saat ini aku punya rencana untuk mendatangi rumah Hilman. Aku ingin menemui orang tua dan keluarga besarnya. Aku ingin melamar Hilman !.

Wanita itu memandangku tak percaya. Ada aliran bening mengalir dari mata tuanya. Sekali lagi aku memeluknya erat. “Apa yang kamu harapkan dari orang seperti Hilman, Nak ?” Aku tersenyum lembut. “Sama seperti yang diharapkan gadis normal pada umumnya. Cinta, kesetiaan, keturunan serta kemakmuran hidup hingga masa tua menjemput”
“Tapi, apa yang bisa diberi Hilman untukmu ? Ia…..” Kalimat itu terputus oleh isaknya.
“Bu, aku hanya meminta restu Ibu dan seluruh keluarga disini. Nikahkan kami dan segala harapan-harapan itu akan datang menyapa masa depan kami. Aku yakin sekali. Bu”
Dan restu pun kudapat walau dengan pandangan aneh dan ketidak yakinan pada apa yang baru saja kuutarakan. Namun kontroversi belum lagi usai. Aku mendapat tantangan keras tak hanya dari keluargaku namun seluruh lingkungan dimana mereka mengenalku. Ada yang mengatakan aku sudah gila, putus asa dan menderita phobia tertentu karena terlalu lama mengurus orang-orang dengan mental bermasalah. Peduli setan! Anjing menggonggong Khafilah terus berlalu. Dan akupun berlalu dan menuju pada tempat yang kuyakini kebenarannya.

(Tulisan ini pernah di muat di Majalah Femina Edisi November 2004)

No comments: