Thursday, September 23, 2010

Menyingkap Makna Cinta Di Balik Kata


Saya menyukai tulisan ini Bp. Miftahur Rahman, mohon izin untuk menuliskan di blog saya ini, Semoga menjadi pengetahuan yang bermanfaat bagi yang mampir membacanya.


Menyingkap Makna Cinta Di Balik Kata
Oleh : Miftahur Rahman el-Banjary


Prolog

Seringkali cinta melampaui batas kesadaran dan logika manusia. Pada tingkat tahapan tertentu, seorang pencinta dengan sukarela menghambakan dirinya atas nama keagungan cinta. Tak mengherankan, ketika seseorang mengatakan kepada Qais, "Wahai Qais, sesungguhnya cintamu kepada Laila telah membuatmu gila." Qais pun menjawab, "Bahkan cintaku kepada Laila, lebih gila daripada orang gila. Jika orang gila bisa sembuh dari penyakit gilanya, sedangkan cintaku tidaklah sembuh, melainkan bertambah semakin gila."

Itulah cinta. Ia seperti badai. Kau tak melihatnya, namun kau merasakannya. Ia begitu kuat, namun tak terlihat. Ia laksana api unggun. Kau hanya bisa menari disekelilingnya, namun kau tak mampu membenamkan dirimu ke dalamnya. Ia bagaikan udara. Kau menghirupnya, namun tak menguasainya. Ia laksana air penghilang dahaga, sekaligus mampu menenggelamkan pemiliknya. Itulah cinta. Siapapun yang memasuki wilayah cinta, hanya akan ada satu rasa, yaitu keterpukauan dan kehabisan kata-kata untuk mengurainya. Ia akan larut dalam samudera rasa nan mempesona.
Sejatinya cinta sudah ada semenjak alam azali tercipta. Dan legenda cinta menjadi topik hangat yang senantiasa dibicarakan dari masa ke masa dalam kurun peradaban sejarah dunia. Tampaknya ia memang sengaja diciptakan dan dikekalkan untuk menghiasi kehidupan manusia. Tanpa cinta, sungguh kehidupan ini terasa hampa. Cintalah yang mengisi serial kehidupan ini menjadi indah dan mempesona. Cinta adalah fitrah manusia. Kekuatannya mampu menggoncangkan dan menaklukan dunia. Namun, tak seorang pun tahu apa hakekat sesungguhnya. Mereka selalu memperdebatkan apakah cinta itu rasa ataukah jiwa?

Dengan demikian, jadilah manusia sepanjang sejarah tak pernah sepakat hanya untuk mendefenisikan sebuah kata tentang cinta. Sehingga Ibnu Hazm pernah berkata: "Cinta laksana sebutir mutiara yang memancarkan cahaya disetiap sudutnya. Setiap orang hanya mampu melihat secercah cahaya tersebut dari pancaran setiap sudutnya, sehingga mereka selalu berbeda pandangan tentang hakekat cinta." Para penyair dan pujangga pun tak pernah kehabisan merangkai kata-kata indah untuk memujanya. Lantas, dari sudut manakah kita bisa memahami cinta?

Kali ini saya akan mengajak Anda mendalami makna cinta dari asal jadian katanya yang terdapat dalam al-Qur'an. Di dalam Al-Qur'an makna cinta disebutkan berulang-ulang dengan beragam diksi kata yang berbeda-beda. Kadangkala menggunakan lafadz al-hubb, al wudd, al-khullah. Dan kadang pula dengan lafadz al-'isyq, al-ulfah, al-wijdan, dan al-istimalah. Kendatipun dengan penyebutan diksi yang berbeda, namun semuanya menunjuk pada satu makna, yaitu kasih sayang. Tema pembahasan ini pernah saya tulis dalam sebuah artiekel disebuah tabloid mahasiswa pada tahun 2004 yang lalu. Barangkali tak ada salahnya pada kajian sastra kali ini, saya kembali mengupas singkat makna cinta dibalik kata ini dengan pendekatan Linguistik Qur'ani. Kendatipun singkat, semoga bermanfaat.

Rahasia Makna Dibalik Kata Cinta

Menurut Ibnu Qayyim al-Jauzi, perbedaan lafadz-lafadz tersebut menunjuk kepada tingkatan cinta dan pesan khusus yang ingin disampaikannya. Sebagian para pakar bahasa membagi peringkat dan tahapan cinta berdasarkan penggunaan lafadz-lafadz tersebut. Ada yang membagi menjadi tujuh, dan adapula yang membaginya menjadi enam. Berikut makna cinta berdasarkan peringkat urutannya :

1.Al- Mailun

Dalam kamus bahasa Arab, kata yang terdiri dari tiga huruf, ( mim, alif, dan lam) menunjuk kepada pengertian miring atau condong. Jadi, al-mailun bisa diartikan kecenderungan, tendensi, atau ketertarikan. Cinta disebut dengan al-mailun, sebab ia menarik jiwa orang mencintainya. Harta benda juga disebut dengan maalun, sebab sifatnya yang menarik hati bagi siapa saja untuk memilikinya. Seringkali rasa ketertarikan akan menumbuhkan rasa simpati dan kekaguman. Dengan demikian, tak jarang orang yang bersimpati akan berusaha mengetahui sebanyak mungkin informasi orang yang dikaguminya, baik itu namanya, alamatnya, sifat-sifatnya, kesukaannya, dan apapun yang berhubungan dengan orang itu. Tampaknya awal dari cinta selalu dimulai dari sebuah perkenalan dan pendekatan, sehingga muncullah pepatah, "Tak kenal makanya tak cinta, tak cinta maka tak sayang."

Rasa ketertarikan tersebut, bisa disebabkan oleh kepribadian, kebaikan, ketulusan, prestasi, kelebihan, kecantikan, kekayaan ataupun jabatan. Namun, sekali lagi bahwa tingkatan al-mailun ini masih pada tataran rasa simpati dan kekaguman. Sifatnya statis dan mudah berubah. Artinya, bila hal-hal yang menyebabkan kekaguman itu tidak lagi melekat pada orang tersebut, maka akan menyebabkan pudar pula rasa kekagumannya. Ada orang yang begitu tertarik dengan kecantikan seorang perempuan, misalnya. Pada saat kecantikan itu mulai memudar, maka pudar pulalah rasa ketertarikannya. Atau, ada pula orang yang kagum dengan kepribadian seseorang. Namun, disaat orang yang dikagumi tersebut melakukan hal yang tercela, maka rasa kekaguman itu pun sirna. Begitupula dengan sifat kebaikan, kekayaan atau pun jabatan. Tak mengherankan, jika hari ini kita menyimpan rasa kekaguman kepada seorang selebritis atau tokoh tertentu, akan tetapi pada saat lain rasa kekaguman itu memudar dan sirna.

Cinta versi ini, lebih tepatnya disebut dengan rasa simpati atau sekedar perasaan suka. Oleh karena itulah, boleh dikatakan sifat al-mailun ini merupakan awal tingkatan dari peringkat-peringkat cinta. Sebab cinta semacam ini masih membutuhkan dan mendasarkan pada alasan-alasan tertentu dan sebab akibat untuk mencintai. Dan lebih sering pula kita menyebutnya dengan sebutan cinta semu. Akan tetapi, jika rasa cinta tersebut semakin kuat melekat, maka ia akan meningkat pada peringkat yang kedua, yaitu al-Qurth.

2. Al-Qurth

Ada banyak kata mengungkap makna dibalik cinta. Salah satunya adalah al-Qurth. Al-Qurth mengandung arti gemerincing anting-anting. Cinta dinisbahkan dengan kata al-Qurth, sebab orang yang sedang dirundung penyakit cinta, sejatinya hati dan perasaannya layaknya seperti anting-anting. Sifat anting-anting yang senantiasa bergerak-gerak di telinga orang yang memakainya, cenderung menggoncang-menggoncang kejiwaan orang yang kasmaran. Perasaannya dan jiwanya seringkali diliputi perasaan tak menentu. Bahagia, khawatir, rindu, berkecamuk menjadi satu. Kondisi kejiwaan semacam ini merupakan reaksi dari peringkat pertama, al-mailun.

Rasa cinta yang mendalam, bisa memunculkan dorongan hati yang kuat sekali untuk bertemu, selalu berdekatan dan berdampingan dengan orang dicintainya. Bila dorongan tersebut tak terpenuhi, maka akan menjadikan si pemilik hati tersebut akan merasakan kegelisahan. Jadilah, semua kenikmatan dan kebahagian terasa hampa. Malam terasa sangat panjang. Siang terasa melelahkan. Malam selalu terbayang. Dan siang pun selalu terkenang. Inilah yang kemudian memunculkan perasaan yang kita sebut dengan kerinduan.

Kerinduan yang memuncak, namun tak tercapai seringkali membuat hati pemiliknya sangat tersiksa. Nuruddin al- Jami, seorang pujangga besar menggambarkan kerinduan Siti Zulaikha terhadap nabi Yusuf as, dengan kata-katanya, "Bibirnya sibuk mengobrol dengan dayang-dayangnya, sementara hatinya mengaduh dalam keluhan, lidahnya berbicara dengan mereka, sementara seribu lidah api membakar dadanya dengan penuh nafsu. Matanya ada pada wajah orang lain, tapi semua perasaannya ada pada bayangan itu. Kendali hatinya berada di tangannya, tetapi dimanakah hatinya? Ia ada ditempat si pemikat hati itu berada."

Jika peringkat pertama dari al-Mailun merupakan awal tumbuhnya bunga-bunga cinta, maka al-Qurth adalah kuncupnya yang mulai mekar. Bila hati yang menampung cinta sudah tak mampu lagi bertahan. Kerinduan semakin memuncak. Maka perasaan tersebut akan meningkat ke peringkat yang ketiga, yaitu al-hubb. Inilah yang kemudian menjadikan hati terasa dipenuhi taman-taman bunga yang tampak mekar mempesona. Bagi orang yang dirundung cinta, apapun akan tampak terlihat indah.

3. Al-Hubb

Al-hubb mengandung banyak makna dalam bahasa Arab. Diantaranya, ia bermakna letupan gelembung-gelembung air. Jika kita memperhatikan air yang sedang mendidih, maka disana akan muncul gelembung- gelembung airnya yang meletup-letup. Al-hubb menggambarkan nuansa psikologis pecinta yang jiwa dan perasaannya meletup-meletup, laksana letupan gelembung-gelembung air. Hati dan perasaan orang yang sedang dirundung jatuh cinta, seringkali tak menentu. Indahnya tak terperikan, namun maknanya tak mampu diungkapkan dengan lisan, maupun tulisan. Mustafa Lutfi Manfaluthi, seorang novelis besar di Mesir yang menyadur sebuah novel Perancis yang berjudul Majdolin. Di dalam salah satu dialog tokoh utamanya, Steven mengungkapkan isi hatinya kepada kekasihnya, Majdolin dengan ungkapannya yang terkenal: "Aku mencintaimu dengan sepenuh jiwa. Cinta yang menjadikan pena dan dan kata tak berdaya. Karena pena hanyalah tetesan tinta yang berasal dari benda-benda bumi. Sedangkan cinta adalah roh dari para arwah malaikat surgawi".
Dalam makna al-hubb secara implisit terkandung makna penguasaan terhadap diri orang yang dicintainya. Oleh karena itulah, ketika Imaratul Aziz, Zulaikha ingin membujuk nabi Yusuf memadu cinta dengannya, al-Qur'an menggunakan redaksi kata "Qad syaghafahaa hubban." Redaksi tersebut menggambarkan bahwa betapa cinta Zulaikha adalah cinta yang dilandasi syahwat nafsu, sehingga ketika ia tak berhasil membujuk nabi Yusuf, Zulaikha pun nekat mengurung Yusuf di rumahnya, dan mengajaknya berselingkuh. Akal sehat Zulaikha telah dikuasai oleh dorongan nafsunya. Sehingga ia tak lagi memperdulikan derajatnya sebagai seorang istri pembesar terhormat waktu itu. (Rujuk kembali, Qs. Yusuf: 30 ). Dalam ayat lain, makna al-hubb yang identik dan sejajar dengan kesenangan hawa nafsu terdapat dalam surah al-Imran ayat 14. Dalam surah tersebut, maknanya al-hubb tidak saja terbatas pada cinta lawan jenis, akan tetapi juga mencakup cinta harta, cinta kekuasaan, dan cinta keluarga, anak-anak dan sebagainya. (Qs. Ali Imran: 14).

Disebabkan cinta pada tahapan al-hubb ini bermakna penguasaan, maka tak jarang menimbulkan rasa cemburu bagi para pencintanya, jika cinta tersebut berpindah ke hati lain. Sifat al-hubb ini hanya menginginkan cinta murni yang tak tak boleh terbagi ke lain hati. Semakin besar rasa cemburu, dapat memberikan indikasi sebegitu besar pula kadar cintanya. Namun, kerapkali juga rasa cemburu yang berlebihan akan mengakibatkan ketersiksaan, baik bagi orang mencintai maupun yang dicintai, sehingga jadilah cinta yang seharusnya membuat kebahagiaan, berubah menjadi derita dan kesengsaraan.

Makna kedua dari al-hubb, juga bisa berarti biji-bijian. Dari makna inilah kita bisa mendeskripsikan sifat cinta itu seperti layaknya biji-bijian. Sifat cinta senantiasa hidup. Ia akan tumbuh dan bertunas, hingga akhirnya menjadi pohon kukuh yang tak akan roboh, kendatipun diterjang angin badai sekalipun. Cinta bisa hidup dimanapun ia disemai, selama ladangnya yang menampungnya subur menumbuhkan dan memeliharanya. Jika cinta yang disemai senantiasa dipelihara, maka ia akan tumbuh subur dan memunculkan bunga-bunga indah mempesona yang menebarkan aroma semerbak wewangian surgawi.

4. Asyiqun

Pada tahapan selanjutnya cinta juga dinamai dengan asyiqun. Asyiqun bisa bermakna melekat. Orang yang mencapai peringkat ini, cintanya kepada kekasihnya tidak bisa lagi dipisahkan oleh siapapun. Muncullah ungkapan, gunung kan kudaki, dan lautan kan kuseberangi, demi menggapai kesempurnaan cinta. Bahkan, kematian sekalipun bukanlah pengahalang menuju keabadian cinta. Oleh karena itulah, sang pencintanya rela mengorbankan apa saja demi orang yang dicintanya.

Tak ada rintangan yang besar bagi sang pencinta. Semuar rintangan dan hambatan dilalui dengan mudah. Sehingga Ibnu Qudamah mendefinisikan cinta dengan latar perubahan. Cinta mengubah seorang pengecut menjadi pemberani, yang pelit menjadi dermawan, yang malas jadi rajin, yang kasar jadi lembut, yang pesimis menjadi optimis, yang lemah menjadi kuat. Itulah cinta.


5.Al-Habariyah

Tahapan cinta yang kelima adalah al-habariyah. Al-Habariyah bermakna tong besar. Makna ini menunujuk kepada sifat hati yang menampung persemayaman cinta tersebut. Sebagaimana yang dikatakan Kahlil Gibran, "Jika suara adalah kata-kata untuk mengungkap rasa, maka cinta butuh hati untuk singgasananya." Hati yang dipenuhi oleh rasa cinta, seumpama sebuah tong besar yang dipenuhi oleh air. Manakala air itu t'lah memenuhi tong besar tersebut. Sekiranya ditambahkan juga, niscaya air tersebut hanya akan tumpah. Seseorang yang t'lah mencapai derajat cinta ini, tidak akan dapat menggantikan siapapun untuk menggantikan posisi kekasihnya. Hal semacam ini, dapat kita lihat dari perkataan Qais yang mengatakan bahwa sekiranya bidadari sekalipun yang datang untuk menggantikan Laila, niscaya dia tidak akan berpaling dari cintanya kepada kekasihnya itu.

Jelaslah, bahwa seseorang tidak akan mampu mencintai dua orang kekasih dengan porsi cinta yang sama. Demikianlah baginda Rasulullah saw pernah mengadukan perihalnya kepada Allah, bahwa hati beliau tidak adil dalam mencintai istri-istri beliau. Cintanya kepada Aisyah melebihi cinta terhadap para istri-istri beliau yang lain. Dan Allah pun tidak membebani beliau dengan menyamakan perasaan cinta tersebut. Dalam Al-Qur'an sendiri, Allah menyatakan bahwa manusia hanya mempunyai satu hati. Jika hati itu mengarah ke arah barat, maka ia akan membelakangi arah timur, dan begitupun sebaliknya. Seorang sahabat penulis, El-Fandi yang menulis novel berjudul

"Syair-Syair Cinta Pejuang Andalus," menuliskan satu bait syair, "Sekiranya aku mempunyai dua hati, niscaya akan kubagi satu hati untukmu. Namun, Tuhan hanya memberikan satu hati untukku."


6.Shababah

Shababah artinya garam. Jika kecenderungan cinta semakin kuat, maka ia disebut dengan shababah. Apa jadinya sekiranya masakan tanpa garam, tentunya ada sesuatu yang terasa kurang. Begitupula orang yang rasa ketertarikannya sangat kuat, merasakan kehampaan hidup tanpa kehadiran kekasihnya. Jiwanya sudah seakan sudah menyatu dengan orang yang dicintainya. Tingkat kecintaan ini biasanya seringkali dirasakan oleh orang-orang yang mencapai peringkat mahabbah dalam maqamat tasawuf.

Seorang wanita ahli sufi, Rabiatul 'Adawiyah dipuncak kecintaan dengan Allah, menulis bait-bait syairnya: "Aku mencintaimu disebabkan dua cinta. Cinta karena nafsu, dan cinta sejati. Cinta nafsu, karena aku berusaha mencintaimu. Sedangkan cinta sejati engkau t'lah menyingkapkan hijab-Mu, sehingga aku bisa menandang-Mu."
Orang-orang sufi yang mencapai derajat cinta ini sering mengatakan, "Tidaklah aku melihat diriku, melainkan melihat-Nya. Kemana pun kuhadapkan wajahku, disanalah ada wajah-Nya. Aku adalah dia, dan dia adalah aku." Pernyataan semacam ini, hanya merupakan ekspresi tingkat kecintaan yang diluar alam sadar sang pencintanya.

7. Tatayum

Tingkatan cinta yang terakhir adalah tatayum yang berarti penghambaan dan perbudakan. Tak jarang orang yang lemah imannya, akan menjadikan cinta sebagai sesembahannya. Bahkan, ia menganggap kematian atas nama cinta merupakan bentuk keagungan dari cinta. Dalam syairnya Kahlil Gibran mengatakan, "Biarkan aku mati dengan pisau yang engkau tusukkan di dadaku. Jangan engkau cabut pisau ini di dadaku, hanya karena kau ingin aku tetap hidup. Tapi cabutlah pisau ini, agar aku mati dengan kedamaian dan kelembutan cintamu."

Epilog

Kesimpulan dari artikel ini adalah makna cinta itu tak terbatas, sebagaimana tak terbatasnya kekuatan cinta yang maha dahsyat. Tingkatan-tingkatan cinta tersebut diatas hanyalah pembagian-pembagian secara keberagamaan sinonim mufradat kata-katanya dalam bahasa Arab. Hal ini menunjukkan bahwa bahasa Arab yang sejatinya menjadi bahasa Al-Qur'an, bahasa akhir zaman sangatlah kaya dengan keragaman diksi. Pembahasan ini sebenarnya jauh dari sempurna, lantaran keterbatasan ilmu si penulisnya. Namun, pada intinya yang ingin penulis sampaikan disini bahwa cinta begitu luar biasa, sebab ia berasal dari Allah yang Maha Luar Biasa pula. Dan sesungguhnya tidak ada cinta sejati, melainkan cinta yang seorang hamba kepada Tuhan-Nya.

Oleh karena itu, hendaklah puncak kecintaan tertinggi hanya pantas dan layak dipersembahkan kepada Sang Pencipta, Allah Azza Wajalla. Bentuk kecintaan tersebut adalah dengan sepenuh jiwa tunduk dan mengikuti semua perintah dan aturan-aturan-Nya. (Rujuk, Qs. Ali Imran: 31). Dan dalam sebuah hadits baginda Rasulullah saw bersabda: "Sesungguhnya tidaklah sempurna iman kalian, sehingga aku lebih dicintainya daripada orangtuanya, anak-anaknya." Dalam makna hadits yang sama, baginda Rasulullah saw bersabda: Al-mar'u ma'a man ahabb "Seseorang itu akan dikumpulkan di Padang Mahsyar bersama orang dicintainya.


Dari sinilah dapat kita simpulkan bahwa cinta adalah ketaatan dan kebersamaan. Bila keduanya dapat terkumpul dalam diri seorang hamba, maka ia akan mencapai derajat muhibbin. Dalam istilah tasawuf disebut dengan maqam mahabbah. Semoga Allah menganugerahkan peringkat cinta tertinggi tersebut kepada kita. Karena kekuatan cinta adalah anugerah terbesar yang diberikan Tuhan kepada kita, sebab kekuatan itu tidak akan pernah direbut oleh malaikat sekalipun.



Pinggiran kota Cairo , 26 Des 09
Pukul 10.11 AM.

3 comments:

Anonymous said...

Terima kasih sudah berkenan memposting tulisan saya.

Salam kenal,
Miftahur Rahman el-Banjary

Anonymous said...

Sama2 Pak, salam kenal juga :-)

A said...

Skedar koreksi ....Majdolin bukan judul buku Prancis. Itu judul buku bahasa arab yang disadur dari buku Prancis oleh al manfaluti.